Jatmiko Merinding dan Gemetar bila Ingat Tragedi Bom Bali 13 Tahun Lalu
Jatmiko Bambang S (45), mantan pegawai Bartender Sari Club, adalah satu di antara saksi mata peristiwa yang mengguncang dunia tersebut.
Editor: Dewi Agustina
"Setelah itu mata saya melek dan saya sudah tertimbun kayu dan alang-alang dari cafe saya," cerita Jatmiko.
Sadar dirinya tertimbun reruntuhan cafe, Jatmiko yang tadinya mengira gempa, langsung menyingkirkan kayu dan alang-alang yang menimpa kaki dan tubuhnya.
Setelah bisa bergerak bebas, peramu minuman ini pun mengajak rekan-rekannya yang masih selamat untuk lari ke arah depan cafe atau ke Jalan Legian.
Dua langkah berjalan, ia mengaku melihat api mulai menjalar dengan cepat di depan cafe menuju ke arahnya.
"Untung cafe saya berbahan kayu dan alang-alang. Tidak sakit atau luka kalau terkena reruntuhan. Setelah lari ke depan, saya lihat api menjalar cepat, saya langsung lari melawan arah ke Jalan Raya Popies II," ujarnya.
Saat berlari menggunakan sisa-sisa tenaganya, Jatmiko mendengar rintihan seorang wanita.
"Panapas, panas... tolong. Saya cari dan menariknya tapi nggak bisa. Tubuh wanita itu licin. Wajahnya hitam, tak jelas siapa," tambahnya sembari memeragakan ketika dia menolong wanita muda itu.
Tak mampu mengangkat dan menolong wanita muda itu, Jatmiko pun berteriak minta tolong.
Datanglah satpam Bank Panin dengan membawa selang air yang tertanam di kran, tempatnya bekerja.
Dengan cepat petugas keamanan itu membersihkan wajah wanita yang terus-menerus berteriak kepanasan.
Setelah menyiram kaki, tubuh dan wajah wanita tersebut, Jatmiko baru mengenali sosok wanita muda itu.
"Ternyata wanita itu adalah Wayan Suryani (35), waitress saya. Terus saya duduk di pinggir Jalan Popies tadi sampai sekitar pukul 03.30 Wita. Saya nggak tahu korban-korban seperti apa, siapa saja, atau mau menolong siapa. Saya hanya diam dan mengusap air mata, kenapa bisa terjadi seperti ini? Saya terus bertanya dan sampai sekarang saya masih terus bertanya," ujarnya kepada Tribun Bali sembari melinangkan air mata. Ia mengusap air matanya sambil sesenggukan.
"Waktu itu saya juga belum tahu kalau itu (ledakan) karena bom. Baru di lantai dua bangunan di seberang saya bekerja, ada orang berpakaian tentara bilang, ada bom meledak. Nah, setelah itu saya baru tahu kalau bom meledak," katanya.
Meski bom itu meledak 12 Oktober 2002 lalu, sampai sekarang Jatmiko masih trauma.
Saat itu, pada titik ledakan yang ia dengar dengan sekilas, tampak ada lubang berdiameter dua meter dengan kedalaman sekitar 50 centimeter.
"Lubang itu ada di Jalan Raya Legian kayaknya. Lubang itu kayak bola dibelah dua gitu," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.