Sinaksak Center: Hapus Peraturan yang Bertentangan dengan UUD 45 dan Pancasila
Sumpah pemuda harus segera direvitalisasi dan dinyalakan lagi pada generasi baru.
Penulis: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM - Sumpah pemuda harus segera direvitalisasi dan dinyalakan lagi pada generasi baru.
Indonesia adalah tanah air yang satu bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa mempermasalahkan agama, suku dan ras.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menanamkan Sumpah Pemuda bagi generasi baru demi Indonesia di masa mendatang.
Salah satu cara merevitalisasi Sumpah Pemuda adalah menghapus seluruh peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Hanya dengan seperti ini, bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa yang besar.
Demikian ditegaskan DR Salman Habeahan dari Sinaksak Center – Pusat Studi Sosial dan Budaya, Rabu (14/10/2015) melalui rilis yang masuk ke Redaksi Tribunnews.com, Kamis (15/10/2015).
Penegasan Salman itu terkait dengan peristiwa intoleransi berupa penyerangan gereja di Singkil, Aceh kemarin.
Menurut Salman, tidak boleh ada seorang, kelompok, suku, ras ataupun agama pun yang berhak mengklaim satu-satunya yang berhak hidup di tanah air Indonesia.
Lahir di Indonesia merupakan suatu anugerah semata karena seorang bayi tidak dapat memilih di mana dia lahir, siapa orang tua, suku dan juga agamanya.
Yang pertama kali terjadi adalah, mereka lahir di Indonesia sebagai tanah airnya, baru suku, ras dan terakhir agama.
“Lagu Indonesia Tanah Air Beta menjelaskan bahwa di Indonesia inilah tempat kita lahir, hidup dan akhirnya menutup mata.
Semua orang yang lahir di Indonesia mempunyai hak untuk hidup tanpa diskriminasi.
Sebelum agama yang kita kenal seperti sekarang masuk di Indonesia, penduduk Indonesia yang dulu namanya nusantara sudah ada,” ujar Salman.
Kesalahan yang terjadi di Indonesia sekarang adalah, dijelaskan lebih lanjut, kelompok mayoritas merasa memiliki hak untuk hidup lebih bebas daripada mereka yang pendatang, ataupun kelompok minoritas.
Atas juga pemeluk agama mayoritas di suatu daerah seakan merasa memiliki hak lebih untuk beribadah sesuka-sukanya tanpa perlu menghormati pemeluk agama minoritas.
Pemicu munculnya kelompok mayoritas dan minoritas salah satunya adalah peraturan-peraturan daerah (otonomi) yang bernuansakan diskriminasi.
Peraturan daerah itu kemudian mengakomodasi kepentingan kelompok mayoritas baik suku, agama ataupun ras.
Bahkan peraturan tentang otonomi daerah seakan menghilangkan sejarah panjang Indonesia yang dibangun atas dasar keanekaragaman budaya, suku ataupun agama.
“Oleh karena itu, pemerintah perlu merevitalisasi Sumpah Pemuda untuk mengajak seluruh generasi baru Indonesia untuk mengingat kembali tiga sumpah yang diucapkan.
Dari Sumpah Pemuda itu jelas, hanya ada tiga hal yang satu yakni bangsa, bahasa dan tanah air,” ujar peneliti Sinaksak Center itu.
Namun untuk mengembalikan sumpah itu, menurutnya, tidak dapat diserahkan kepada pemerintah saja.
Mereka yang memiliki jiwa nasionalis dan cinta tanah air harus membantu pemerintah untuk mengembalikan nilai luhur dari Sumpah Pemuda tersebut.
Ditegaskannya, dalam proses kehidupan bermasyarakat, semangat pluralitas dalam roh Bhinneka Tunggal Ika seharusnya menjadi inspirasi bangsa Indonesia untuk senantiasa menjaga persatuan.
Sayangnya, meski sudah 87 tahun bersumpah dan sama-sama berbahasa satu Indonesia, bangsa ini ternyata belum menjadi dewasa untuk mengakui tanah air dan bangsa yang satu juga.(*)