Abrasi di Pantai Selatan Kulonprogo Mulai Ancam Rumah Warga
arga Perumahan Transmigrasi Ring I Pantai Bugel, Panjatan, Tutik (37), merasa was-was, karena abrasi akibat gelombang tinggi
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Yoseph Hary W
TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO - Warga Perumahan Transmigrasi Ring I Pantai Bugel, Panjatan, Tutik (37), merasa was-was, karena abrasi akibat gelombang tinggi beberapa bulan terakhir, kian mendekati kompleks permukiman yang ditempatinya.
Jarak tepian pantai yang semula sepanjang kira-kira 250 meter, kini semakin menyempit dan hanya berjarak 150 meter dari rumahnya.
Abrasi di tepian pantai tersebut disinyalir semakin parah hingga mengakibatkan pantai menjorok ke utara.
Laporan diterima BPBD Kulonprogo menyebutkan, abrasi di sepanjang pantai selatan terjadi akibat gelombang tinggi sejak Mei 2015.
Di musim kemarau tahun ini, cuaca cenderung ekstrim sehingga mengakibatkan gelombang tinggi.
"Terutama kalau malam ombak sangat tinggi, merusak hutan cemara dan sekarang sudah 100 - 150 meter hampir sampai permukiman kami," kata Tutik, Kamis (22/10/2015).
Dia mengaku sangat takut dan was-was jika tiba-tiba ombak semakin besar dan menerjang rumahnya.
Pengalaman serupa juga dialami ratusan warga lainnya yang bermukim di kompleks tersebut.
Meski demikian, Tutik sampai saat ini masih enggan meninggalkan rumahnya karena memang tidak memiliki alternatif rumah lain.
"Di sini memang tempat mata pencaharian kami juga, kebanyakan petani semangka yang sedang mulai panen, jadi tidak bisa langsung pindah," lanjutnya.
Ketakutan serupa dialami warga lainnya, Warsinem (34). Menurutnya, pada pertengahan September lalu ombak mulai kerap tinggi.
Suatu ketika, dia merasakan angin bertiup kencang ketika malam hari.
"Di pesisir ternyata hutan cemara rusak diterjang ombak," ujarnya.
Kepala BPBD Kulonprogo, Untung Waluyo, menyebutkan bahwa abrasi akibat gelombang tinggi belakangan ini terjadi di sepanjang pantai selatan, terutama Pantai Bugel dan Trisik.
"Yang paling merasakan dampaknya warga di pantai Bugel dan Trisik," kata Untung.
Dampak cuaca ekstrim tersebut, menurutnya, bahkan sudah mulai muncul pada Mei lalu. Menurutnya, musim kemarau memang mengakibatkan suhu udara di laut selatan menjadi rendah.
Hal itu membuat gelombang ketika malam hari semakin tinggi.
"Dampaknya abrasi, merusak cemara dan mengancam ratusan warga yang tinggal di sekitar pantai," lanjutnya.
Dia mengimbau warga agar tetap waspada. Pasalnya, kondisi tersebut dimungkinkan masih akan berlangsung hingga April tahun depan.
"Sementara kami laporkan kondisi ini ke BPBD DIY," katanya. (*)