Di Depan Mahasiswa UIN Walisongo, Novelis Iran Ini Berbagi Pengalaman Jadi Minoritas di AS
Novelis berdarah Iran yang menetap di Amerika Porochista Khakpour berbagi tips pengalaman menjadi minoritas di Amerika Serikat
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jateng, Rival Almanaf
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Novelis berdarah Iran yang menetap di Amerika Porochista Khakpour berbagi tips pengalaman menjadi minoritas di Amerika Serikat kepada ratusan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Senin (26/10/2015).
Dalam talkshow yang diinisiasi oleh UIN Walisongo dan Kedutaan Besar Amerika tersebut Porochista berbagi cerita tentang pengalamannya menjadi seorang muslim dimana hal itu membuatnya menjadi kaum minoritas di negeri Paman Sam.
Tepat pukul 14.00, dimana ruangan American Corner sudah penuh sesak dengan mahasiswa, kursi penonton yang disediakan juga sudah tidak cukup untuk menunjang banyaknya mahasiswa yang hadir.
Sebagian dari peserta harus rela berdiri di pinggri ruangan untuk menyaksikan wanita berpara cantik itu berbagi pengalaman.
"Halo, selamat siang," sapa Porochista. Tak lama kemudian ia menceritakan sedikit riwayat hidupnya dari dia lahir hingga kemudian bisa berdiri di ruangan American Corner UIN Walisongo.
Porochista lahir di Teheran Iran, meski demikian ia dibesarkan di Los Angeles, California hingga usia SMA.
Masa-masa itulah menurutnya yang paling sulit bagi hidupnya.
"Pada awalnya aku lama sekali bisa berbahasa Inggris, karena aku memang tidak mau dan tidak ingin tinggal di Amerika, semua yang ku mau adalah kembali ke Iran," terangnya.
Baginya Iran adalah tempat untuk kembali karena dia merasa tidak semestinya berada di Amerika.
Bahkan rasa ingin kembali ke Iran tetap muncul meski dia sudah bergabung dengan komunitas warga Iran di Amerika.
"Di dalamnya aku bertemu dengan orang yang senasib, berbagi cerita dan solusi menghadapi pengalaman menjadi minoritas, namun tetap keinginan utama untuk kembali ke tempat kelahiran," imbuhnya.
Meski demikian hingga lulus SMA, ia tidak bisa mewujudkan keinginannya untuk kembali ke Iran dan akhirnya memutuskan untuk berkuliah di New York.
Di Kota itu ia mendapat pengalaman baru bahkan perasaan menjadi minoritas tidak lagi ia temukan di sana.
"Kini aku bersyukur sempat tinggal di Amerika karena jika mungkin tidak terjadi aku tidak akan bisa berdiri di sini dan berbicara di depan kalian," imbuhnya. (*)