Kapolsek Paiton Probolinggo Tabrak 3 Warga, dari RS Hingga Dikubur Tak Pernah Menjenguk
Dia hanya menyuruh anak buahnya untuk hadir ke pemakaman. Tidak hanya itu, selama proses perawatan di rumah sakit, Suparmin tidak pernah hadir
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO -Korban kecelakaan hingga meninggal dunia, Abdus Somad (19), memang telah dimakamkan usai 18 hari koma dan menjalani perawatan di Rumah Sakit Perkebunan Jember, Senin (16/11).
Namun kekecewaan keluarga korban pada Kapolsek Paiton, AKP Suparmin, masih belum hilang.
"Kapolsek Paiton Jahat," kata Samad, ayah kandung Abdus Somad, saat ditemui di rumahnya, di Desa Sidodadi, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Senin (16/11).
Ini karena, hingga Abdus Somad dimakamkan, Suparmin tidak hadir.
Dia hanya menyuruh anak buahnya untuk hadir ke pemakaman. Tidak hanya itu, selama proses perawatan di rumah sakit, Suparmin tidak pernah hadir untuk menjenguk.
Padahal Samad tidak menuntut Suparmin melalui jalur hukum.
Samad hanya meminta agar Suparmin, mau bertanggung jawab dengan menanggung biaya pengobatan.
Namun tidak ada itikad baik dari Suparmin.
"Dia (Kapolsek) adalah ayah dari anak-anak di wilayahnya. Kenapa dia bersikap seperti itu pada anaknya sendiri. Saya tidak menuntut dia harus dihukum, tapi harus tanggung jawab. Selama ini, dia hanya menyuruh anak buahnya," kata Samad.
Padahal janji Suparmin padanya, akan menanggung seluruh biaya pengobatan dan kebutuhan lainnya.
Namun selama ini, pihak Polsek Paiton hanya memberikan uang Rp 3 juta pada Samad.
Sedangkan kebutuhan pengobatan Somad selama koma, mencapai puluhan juta.
"Saya sudah jual tiga sapi, dan hutang Rp 25 juta untuk biaya pengobatan anak saya," kata Samad.
Selama koma, Somad harus menebus obat untuk kebutuhan pengobatan.
Total sekitar 20 kali Samad harus menebus obat, yang dibelinya dengan uang pribadi.
Nilainya bervariasi, mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 1,5 juta.
"Ini kwitansi-kwitansinya masih ada," kata Samad, sambil menunjukkan bendelan kwitansi dari rumah sakit.
Samad yang hanya seorang rombeng besi tua, harus pontang-panting mencari uang untuk pengobatan anaknya itu.
Dengan harapan, anaknya bisa terselamatkan dan kembali pada keluarga.
Namun, nasib berkata lain. Abdus Somad dinyatakan meninggal pada Minggu (15/11) sore.
Bahkan saat meninggal, Somad masih harus dipusingkan karena jenasah tidak bisa dibawa pulang, akibat belum membayar biaya pengobatan.
Abdus Somad dinyatakan meninggal sekitar pukul 16.00, Minggu (15/11). Namun keluarga tidak bisa langsung membawa pulang jenasah, karena biaya pengobatan belum dibayarkan.
Samad menunjukkan foto kopi, dua kwitansi yang harus dibayarkan sebelum membawa pulang jenasah.
Satu kwitansi senilai Rp 60 juta tertanggal 31 Oktober, dan satu kwitansi lainnya Rp 50 juta, tertanggal 4 November.
Biaya ini, karena rumah sakit tersebut tidak menanggung pasien BPJS.
Sedangkan pihak Polsek pun lepas tangan. Tidak ada tanda-tanda untuk menyelesaikan masalah ini.
Akibat sikap Polsek yang seenaknya sendiri itu, warga Sidodadi ngeluruk ke Polsek, di hari meninggalnya Abdul Somad.
"Sebanyak delapan truk massa ke Polsek. Kami minta pertanggungjawaban," kata Artamu, paman Samad.
Baru setelah didemo warga, Polsek Paiton mendatangi rumah sakit. Namun tidak demikian dengan Suparmin, dia memilih untuk tidak hadir ke rumah sakit.
Padahal, sebelumnya Surya sempat menghubungi Suparmin, dan dia mengatakan sedang perjalanan ke Jember.
Namun ternyata, menurut Artamu, Suparmin tidak hadir, dan hanya menyuruh perwakilannya.
"Padahal dia (Kapolsek) bilang, sudah tenang, ini saya tanggung semua. Sudah tidur dengan nyenyak saja," kata Artamu, menirukan perkataan Kapolsek.
Entah bagaimana, jenasah Abdus Somad akhirnya bisa keluar pukul 22.00. Namun menurut Artamu, hak asuransi Abdus Somad, dari Jasa Raharja sekitar Rp 29 juta juga harus dibayarkan ke pihak rumah sakit, untuk biaya rumah sakit.
"Ada asuransi Jasa Raharja yang dibayarkan. Selebihnya saya tidak tahu, apakah dari polisi atau kelurahan," kata Artamu.
Ternyata tidak hanya keluarga Samad yang merasa dirugikan. Korban yang masih hidup, Irwan Efendi (16), yang merupakan tetangga Somad, kini mengalami patah tulang kaki.
Irwan hanya diberi santunan Rp 1 juta untuk biaya pengobatan. Padahal Irwan harus dirawat selama 8 hari di rumah sakit.
"Saya harus hutang ke tetangga untuk biaya pengobatan. Hampir Rp 4 juta," kata Hatija, bibi Irwan.
Irwan sendiri sempat trauma karena kejadian tersebut. Ini karena, ayahnya, Yasin, meninggal dunia juga karena kecelakaan di lokasi yang sama.
Menurut penjelasan Irwan, saat kejadian, 29 Oktober malam, dirinya, Somad, dan satu orang lainnya, Rahman, baru saja mengisi bensin di SPBU yang tak jauh dari kampungnya, di Jalan Raya Paiton.
Ketiganya mengendarai satu motor, dan tidak memakai helm.
Rahman menyetir motor, Irwan di tengah, dan Somad bonceng di paling belakang.
Saat itu, posisi motor masih di pinggir jalan dan hendak menyeberang.
Tiba-tiba, ada mobil patroli Polsek Paiton, yang menabrak motor, dan membuat ketiganya terpental.
Ternyata yang mengendara mobil patroli tersebut adalah Kapolsek.
"Saya hanya ingat kami ditabrak oleh mobil patroli. Selebihnya saya tidak ingat," kata Irwan.
Irwan mengaku juga tidak mengetahui siapa yang membawanya ke rumah sakit.
Akibat kejadian ini, Irwan kini hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Kaki kanannya masih dibalut perban, dan pinggangnya masih terasa sakit.
"Masih belum bisa dibuat jalan," kata Irwan.
Sedangkan dari pihak kepolisian, tidak ada yang mau berkomentar. Kapolsek Paiton, dan Kapolres Probolinggo, AKBP Iwan Setiawan, tidak mau merespon saat Surya menghubungi ponsel keduanya.
Ketika didatangi ke Polsek Paiton, salah satu anggota Polsek, mengatakan Kapolsek tidak ada ditempat. (haorrahman)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.