10.000 Perusahaan se-Jatim Tolak UMK 2016
Sekitar 10.000 perusahaan di Jawa Timur menyatakan keberatan atas besaran nilai upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2016 yang ditetapkan Gubernur Jatim
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sekitar 10.000 perusahaan di Jawa Timur menyatakan keberatan atas besaran nilai upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2016 yang ditetapkan Gubernur Jawa Timur.
Mereka emoh mematuhi ketentuan untuk membayar upah buruhnya sebagaimana Peraturan Gubernur (Pergub) 68 tahun 2015 tersebut.
Alasan perusahaan ini, penetapan UMK oleh melalui Pergub dianggap cacat hukum karena tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 78 tahun 2015, tentang penghitungan besaran UMK tahun 2016.
Pernyataan sekitar 10.000 perusahaan itu diwakili oleh asosiasinya masing-masing usai menggelar pertemuan di Surabaya, Senin (23/11/2015) petang, yakni asosiasi-asosiasi yang tergabung dalam Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur.
"Kami sepakat, ada empat hal yang menjadi sikap kami terhadap penetapan UMK 2016," ungkap Nur Cahyudi, Sekretaris Forkas Jatim bersama puluhan pengurus dari berbagai asosiasi.
Pertama, ketentuan UMK Jatim berdasar Pergub 68/2015 besarannya mengabaikan ketentuan PP 78/2015.
Kedua, pemerintah pusat telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong iklim investasi dan usaha yang kondusif, namun pergub 68/2015 kontraproduktif dengan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah.
Ketiga, bahwa besaran Global Competitiveness Index posisi Indonesia berada di urutan kurang bagus karena faktor penghambat utama diantaranya birokrasi yang berbelit, korupsi, dan regulasi ketenagakerjaan yang tidak kondusif.
Keempat, mendukung keberatan Apindo Kabupaten/Kota atas penetapan UMK 2016 oleh gubernur.
Karena cacat hukum, semua perusahaan yang menjadi anggota asosiasi yang tergabung dalam Forkas kompak tidak mematuhi besaran UMK 2016 sebagaimana ditetapkan Gubernur.
"Jadi, kami tetap membayar upah sebagaimana UMK 2015. Bagi perusahaan yang kondisinya kurang bagus dan tidak mampu, bisa mengajukan penangguhan UMK 2015," sambung Sherlina Kawilarang, Wakil Ketua Forkas.
Pergub 68/2015 disebut sebagai preseden buruk bagi dunia usaha.
"Mestinya sebuah aturan itu kan terikat dengan peraturan yang lebih tinggi. Ini Pergub kok malah menyalahi PP. Jelas ini preseden buruk," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.