KAMMI Bandung Tolak Perpanjang Kontrak Freeport
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Bandung mendesak pemerintah Indonesia untuk menolak perpanjangan kontrak tambang PT Freeport.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Bandung mendesak pemerintah Indonesia untuk menolak perpanjangan kontrak tambang PT Freeport.
Pasalnya kontrak dengan perusahaan asing tersebut dinilai merugikan kepentingan nasional.
Ketua Umum Pengurus Daerah KAMMI Bandung, Julhayadi Arya Puntara, mengatakan, pengelolaan sumber daya alam di Indonesia harus dikelola putra terbaik Indonesia. Menurutnya, banyak putra bangsa Indonesia memiliki kemampuan mengelola SDA seperti tambang emas di Papua itu.
"Indonesia punya perguruan tinggi ternama dan lembaga riset masa tidak bisa. Mengolah emas secara tradisional saja bisa. Apalagi disentuh teknologi anak bangsa yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Padahal SDM kita itu luar biasa baik itu di bidang iptek, ekonomi, dan sebagainya," kata Julhayadi di Jalan Laswi, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (23/11/2015).
Menurut Julhayadi, tidak adanya sarana dan prasarana yang mendukung bukan alasan yang masuk akal. Bangsa Indonesia bisa membeli sarana dan prasarana pengelolaan dan pengolahan SDA di Indonesia.
"Helikopter canggih, pesawat canggih, dan pesawat khusus presiden saja bisa beli kok. Masa alat tambang tidak bisa," kata Julhayadi.
Oleh karenanya, kata Julhayadi, pengurus daerah KAMMI Bandung mendesak pemerintahan Jokowi-JK untuk memenuhi sejumlah tuntutan.
Antara lain, menolak tanpa syarat perpanjangan kontrak PT Freeport dan kembalikan pengelolaan tambang di wilayah Papua kepada BUMN Indonesia.
"Selain itu pemerintah harus memastikan nasionalisasi aset tambang tersebut dapat berjalan baik dengan menimbang kesiapan SDM dalam negeri pengelola, biaya ganti fasilitas milik PT Freeport dan jaminan kesejahteraan bagi rakyat Papua," kata Julhayadi.
Seperti diketahui, royalti yang diberikan PT Freeport selama kepada Indonesia selama ini hanya sebesar 1 persen. Mayoritas pemegang saham pun masih dikuasai perusahaan asing.
Tercatat bahwa 90,64 persen kepemilikan saham perusahaan itu dikuasai perusahaan asal Amerika Serikat, yakni Freeport Mc Moran. Sementara sisanya sebanyak 9,36 persen dipegang pemerintah Indonesia.
"Hentikan kontraknya karena mereka hanya sumbang 1 persen ini tidak adil. 99 persen kemana? Ke Amerika ini sungguh tidak adil terutama untuk kesejahteraan Indonesia," kata Julhayadi.
Julhayadi menambahkan, pihaknya meminta elit politik dan pemerintahan Jokowi-JK menyudahi sandiwara mereka. Pemerintah dan elit politik harus bersikap jujur atas konflik yanh terjadi akhir-akhir ini terutama adanya kabar pencatutan nama.
"Kami mendesak mereka yang memainkan sandiwara dan berkonflik jujur kepada masyarakat dan mengungkap apa yang terjadi," ujar Julhayadi. (cis)