WTT Tetap Melawan Tim BPN yang Mau Melakukan Pengukuran Lahan Bandara Kulonprogo
Massa yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) dan aparat keamanan kembali terlibat saling dorong saat proses pengukuran
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO - Upaya Satgas A dan B dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pengukuran lahan calon bandara Kulonprogo, di sebagian Dusun Sidorejo Glagah dan Kragon II Palihan Kecamatan Temon, tetap terbentur tembok perlawanan warga penolak bandara.
Massa yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) dan aparat keamanan kembali terlibat saling dorong saat proses pengukuran dan perapatan titik koordinat di garis terluar wilayah Kragon Palihan, Selasa (22/12/2015) siang.
Massa WTT tetap berusaha melawan meski kalah jumlah dibanding personel aparat keamanan.
Ketua WTT, Martono, mengatakan warganya tetap menolak bandara dan pengukuran sampai kapan pun.
Meski demikian, Martono mengakui saat pengukuran di Kragon, konsentrasi massa WTT terpecah karena tim BPN melakukan upaya pengukuran di dua lokasi, yaitu sebagian Sidorejo dan Kragon.
"Saat tim mengukur Kragon, kami datang terlambat, tidak banyak karena terbagi dua, sebagian berjaga di Sidorejo," kata Martono, Selasa.
Jumlah massa WTT yang relatif sedikit di Kragon tetap tidak membuat mereka mundur.
Penolakan warga berakhir dengan aksi saling dorong antara massa WTT dan aparat yang melakukan pengamanan menggunakan sistem ring sabuk police line.
Walau jumlah aparat lebih banyak dibanding sebelumnya, tim BPN siang itu mundur karena merasa tidak nyaman.
Martono menilai langkah tim BPN telah memaksa warga melakukan perlawanan. Dia bahkan mengkritisi warna cat merah-putih pada patok yang dipasang membuat warga tersinggung.
"Kami akan melapor ke Kodim karena warna lambang negara ditempatkan di tanah," ujar Martono.
Kepala BPN Kulonprogo, Muhammad Fadhil, usai insiden saling dorong dalam pengukuran lahan bandara di Kragon lantas memberikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan.
Dia mengatakan perlawanan warga tersebut merupakan gangguan bagi tim BPN untuk menyelesaikan tugas negara.
"Menurut laporan kami terima, dukuh setempat tidak bersedia membantu dan Kades Palihan juga tidak mau menunjuk pengganti," ujar Fadhil, Selasa lepas siang.
Jika demikian yang terjadi, Fadhil menegaskan sangat membutuhkan backup pengamanan ketat dari aparat.
Pasalnya, pengukuran dan perapatan titik koordinat tersebut sebenarnya tidak membutuhkan bantuan perangkat desa setempat.
BPN saat ini hanya membutuhkan jaminan pengamanan dari aparat untuk menyelesaikan proses bagian tahap pelaksanaan megaproyek itu.
"Kami sudah koordinasi dengan Polres. Kami tetap akan ambil titik koordinat untuk perapatan," lanjutnya. (tribunjogja.com)