Kisah Peziarah Korban Tsunami Aceh yang Tak Tahu Letak Kuburan Keluarganya
Penziarah yang datang dari berbagai kampung di Banda Aceh kabupaten/kota lainnya tak tahu pasti dimana anggota keluarganya dimakamkan.
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Muhammad Hadi
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Gempa dahsyat menguncang bumi Aceh pada 26 Desember 2004 pagi.
Tak lama kemudian giliran tsunami dimana air laut setinggi 30 meter menghantam daratan pesisir Aceh.
Kekuatan gempa Aceh mengundang perbedaan pendapat para ahli. Ada yang menyebutkan 8,9 Skala Richter, 9,1 SR, dan 9,3 SR.
Tapi gempa dan disusul tsunami kala itu telah merenggut 170 ribu nyawa warga Aceh atau total 200 ribu lebih jika dihitung korban yang berasal dari seluruh dunia.
Meski musibah besar itu terjadi 11 tahun lalu, tapi keluarga yang ditinggalkan masih menziarahi kuburan massal Ulee Lheue, Kota Banda Aceh, dan kuburan massal Gampong Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Mereka berdoa dan membaca yasin dan ayat-ayat Alquran lainnya.
Misalnya di kuburan massal Siron, anggota keluarga ada yang duduk di tembok, rumput dan balai di kompleks kuburan untuk membaca yasin dan berdoa.
Meski isak tangis tak sehebat tahun-tahun sebelumnya, beberapa penziarah terlihat matanya berkaca-kaca di sela-sela membaca Alquran.
Ada yang yang berhenti sejenak untuk mengusap mata yang berkaca-kaca dengan jilbab.
Penziarah lain ada yang mengusap mata di akhir bacaan Alquran atau doa.
Bahkan saat melangkah meninggalkan tepian kuburan ada yang mengusap mata.
Namun, ada juga yang tegar sepanjang bacaan dan berdoa di kuburan.
Penziarah yang datang dari berbagai kampung di Banda Aceh kabupaten/kota lainnya tak tahu pasti dimana anggota keluarganya dimakamkan.