Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli Kejiwaan: Margriet Cenderung Menelantarkan Engeline

"Margriet memiliki gangguan percampuran bahkan cenderung menelantarkan korban dan serangkaian tindakan terstruktur," ujar ahli kejiwaan, Lely.

Penulis: I Made Ardhiangga
Editor: Y Gustaman
zoom-in Ahli Kejiwaan: Margriet Cenderung Menelantarkan Engeline
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
Margriet menangis saat mengikuti sidang di PN Denpasar, Kamis (22/10/2015) 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Ahli kejiwaan Lely Setiawati mengaku pernah memeriksa kejiwaan Margriet Megawe pascapenemuan jenazah anak angkatnya, Engeline, yang dikubur di belakang rumah.

Menurut Lely, Margriet diperiksa selama tiga jam bukan sebagai saksi atau tersangka dalam kasus pembunuhan Engeline, tapi sebagai terperiksa.

Hasilnya, Margriet diketahui sebagai ibu disiplin dan ia memaksa Engeline untuk ikut disiplin dan mengikuti aturan-aturan. Sayangnya, Margriet memiliki kecenderungan yang mengabaikan norma-norma di masyarakat.

"Lazimnya disiplin, untuk anak seumuran Engeline (delapan tahun), misalnya, sebagai anak ingin main ya diberikan mainan dan lain sebagainya," ujar Lely saat bersaksi untuk terdakwa Margriet di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (7/1/2016).

Ia menambahkan, Margriet sepertinya ingin Engeline sebagai orang sukses sehingga berlebihan membebaninya seluruh pekerjaan rumah tapi sangat berlebihan ditimpakan kepada anak seusianya.

"Dalam hal itu disimpulkan bahwa Margriet memiliki gangguan percampuran bahkan cenderung menelantarkan korban dan serangkaian tindakan terstruktur. Yang diyakininya adalah benar tindakan tersebut," ungkap dia.

Berita Rekomendasi

Hakim Edward lalu bertanya kriteria apa yang membuat ahli menyimpulkan orang yang cenderung akan melakukan kekerasan terstruktur dan cenderung menelantarkan korban?

Dikatakan Lely, berdasarkan pemeriksaan apa yang dilakukan Margriet sudah benar, namun secara psikologi hal tersebut menunjukkan ia terlah berbuat kekerasan, bukan hanya fisik, tapi penelantaran emosional atau penelantaran, juga tindak kekerasan lainnya.

Ketika Margriet disuruh menggambar, hasilnya menunjukkan ia benar-benar sangat marah. Lalu Margriet disuruh menggambar lagi, hasilnya laki-laki yang sedang marah. Ketiga kalinya ia lalu menggambar sosok yang sangat lembut.

"Dalam setiap gambar mempunyai nilai psikologis. Dan terperiksa memiliki sikap yang tidak bertanggungjawab, memelihara hubungan yang tidak baik. Mudah menjadi agresif, dan cenderung menyalahkan orang lain atau melakukan tindak kekerasan," tegas dia.

Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas