Jika Anak Ingin Sekolah, Warga Kampung Nelayan Harus Pindah Rumah
Tidak ada sekolah di perkampungan nelayan di Sungai Rulu, Desa Juru Taro, Keamatan Muara Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Penulis: Beben Syah
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribun Sumsel, M Syah Beni
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Tidak ada sekolah di perkampungan nelayan di Sungai Rulu, Desa Juru Taro, Keamatan Muara Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Kondisi tersebut membuat warga harus pindah rumah jika ingin anaknya sekolah.
Permasalahan inilah yang membuat banyak anak-anak bahkan warga asli Kampung Nelayan mengalami buta aksara.
Sabar, warga setempat mengatakan, agar anaknya bisa bersekolah ia harus membuat rumah di desa transmigrasi (jalur) yang jaraknya puluhan kilometer dari kampung nelayan.
"Untuk buat rumah di sana, paling sedikit harus ada uang Rp 10 juta. Itu hanya untuk buat rumah saja. Tanahnya menumpang. Belum lagi keperluan anak sekolah," jelasnya saat dibincangi Tribun Sumsel, Rabu, (27/1/2016).
Di Kampung Sungai Rulu terdapat lebih dari 25 anak.
Di Kampung Sungai Manan yang ditempuh selama 1,5 jam perjalanan menggunakan perahu motor terdapat 20 anak tidak sekolah.
Sekolah yang jauh menjadi alasan kenapa anak-anak di kampung ini tidak mengeyam pendidikan.
Orangtua mereka tidak bisa mengantar karena sehari-hari harus mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Selain anak-anak, banyak juga orang dewasa di dua kampung ini tidak bisa baca dan menulis.
Jarang dijumpai pena dan kertas di setiap rumah, tidak mengenal adanya layanan pesan singkat (SMS), dan mengingat nomor telepon hanya dari bentuk urutan tiga nomor terakhir.
Sabar memiliki dua orang anak yang berusia sepuluh dan lima tahun. Anak pertamanya sudah tidak mau sekolah.
"Anak kedua ini harus sekolah," tambahnya.
Lanjutnya, sebagai seorang nelayan penghasilan yang didapatkan tidak menentu. Jika hasil tangkapan ikan banyak dirinya bisa mendapat uang hingga jutaan rupiah.
Sebaliknya jika cuaca buruk dirinya bahkan bisa tidak melaut hingga berhari-hari.
"Jadi uang yang didapat tadi cuma bisa menutupi kebutuhan sehari-hari saat tidak melaut," ujarnya.
Ia berharap, masa depan anak keduanya tidak seperti kakaknya yang hanya bisa berhitung sampai angka 13.
"Jika nanti sekolah paling tidak bisa mengubah nasib ia sendiri. Tidak harus menjadi nelayan," ucapnya.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.