Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wali Kota Bogor: Gerakan Plastik Berbayar Tak Berdampak Signifikan Kurangi Sampah

Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, menilai gerakan kantong plastik berbayar tidak berdamdpak signifikan mengurangi sampah plastik.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Wali Kota Bogor: Gerakan Plastik Berbayar Tak Berdampak Signifikan Kurangi Sampah
Tribun Bogor/Lingga Arvian Nugroho
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, sedang mensosialisasikan penggunaan kantong plastik berbayar di Alfamart, Jalan Bondongan, Kota Bogor, Minggu (21/2/2016). 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Vivi Febrianti

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, TANAH SAREAL - Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, menilai gerakan kantong plastik berbayar tidak berdamdpak signifikan mengurangi sampah plastik.

"Mau bagaimanapun seharusnya plastik dilarang total. Selama plastik masih ada, diperjual belikan. Efeknya masih kurang signifikan," kata Bima kepada TribunnewsBogor.com, usai menghadiri Hari Kanker Sedunia di Dinas Kesehatan Kota Bogor, Rabu (24/2/2016).




Dia mengatakan, ketetapan harga plastik Rp 200 itu masih menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat. Konsumen keberatan karena menganggap dipaksa membayar.

"Aktivis lingkungan hidup juga keberatan, karena ada ketidakjelasan penggunaan Rp 200 itu. Kenapa yang dibebankan rakyat, bukan perusahaan-perusahaan?" beber Arya.

Menurut Bima, karena ini merupakan gerakan nasional Pemerintah Kota Bogor akan tetap mengikuti dan mengevaluasi kebijakan ini selama tiga bulan uji coba.

"Saya sebetulnya dari awal menginginkan kampaye itu supaya lebih diarahkan kepada perusahaan ritel untuk memproduksi kantong ramah lingkungan," ujar politikus PAN itu.

BERITA TERKAIT

Idealnya, selama masa uji coba ini pembayaran plastik tidak dibebankan kepada masyarakat.

"Sebagai bagian dari CSR, harusnya perusahaan memberikan bantuan untuk kantong belanja yang ramah lingkungan. Tapi pada fase pertama bisa saja dijual secara murah," ujar Bima.

Bima lebih setuju kampanye jangan dijadikan gerakan plastik berbayar, karena seolah-olah mengajak warga membeli plastik.

"Seharusnya gerakan say no to plastic. Yakni warga benar-benar tidak menggunakan plastik lagi, itu kampanye yang masif, saya lebih setuju ke arah sana," usul dia.

Di Singapura yang telah menerapkan program ini lebih dulu juga gagal dan yang berhasil, kata Bima, justru di Jepang dan Korea.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas