Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung membuka Kelas Tematik Speleologi
Perkembangan dunia pariwisata makin pesat dan ke segala penjuru
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Perkembangan dunia pariwisata makin pesat dan ke segala penjuru. Terutama wisata minat khusus seperti wisata penelusuran gua yang sedang populer di Indonesia.
Kementerian Pariwisata melalui Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB) membuka Kelas Tematik Speleologi, Sabtu, 27/28 Februari 2016 di Ruang Rapat Rektorat STP Bandung, Jawa Barat.
"Pariwisata dengan objek alam, apalagi peninggalan heritage, itu harus berpedopan pada sustainable tourism development. konsep ini sudah ada pedomannya di UN-WTO. Semakin dilestarikan, semakin mensejahterakan. Goa-goa yang banyak ditemukan masyarakat pun harus memegang teguh pada prinsip itu, harus lestari, harus dijaga dengan baik," kata Menpar Arief Yahya.
Kelas yang digelar bermateri pariwisata adalah Pengelolaan Wisata, Kepemanduan Wisata, dan Aplikasinya dalam Pengelolaan Wisata Minat Khusus Gua itu hasil kerjasama dengan Indonesia Speological Society (ISS). Ini baru pertama digelar dalam sejarah sekolah Pariwisata.
”Ini sebuah terobosan yang dilakukan oleh perguruan tinggi kami,” ujar Deputi Kelembagaan Kemenpar, Ahman Sya.
Lebih lanjut Ahman mengatakan, kelas Tematik yang diikuti oleh sekira 30 peserta yang datang dari berbagai daerah dan latar belakang ini bertujuan menyamakan persepsi tentang pariwisata, terutama wisata gua, sekaligus mengembangkan potensi sumberdaya manusia untuk bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang sudah terbuka.
Kelas Tematik dihadiri dan dibuka langsung oleh Direktur STP Bandung Anang Sutono. Anang memberikan arahan bagaimana menyatukan potensi dalam satu harmoni untuk mengembangkan potensi karst dan gua untuk pemanfaatan yang berkelanjutan.
”Semoga kelas tematik speleologi ISS juga bergulir dengan tema-tema beragam untuk menghadapi paradigma baru tata kelola karst dan gua serta potensi ancaman kelestariannya,” ujar Anang.
Hal senada diungkapkan oleh Presiden ISS Cahyo Rahmadi.
Kata Cahyo, semua ini perlu disikapi dengan paradigma berpikir dan perhatian yang juga khusus. Sebuah fenomena menarik ketika gua menjadi objek dan destinasi wisata, dengan tanpa mengesampingkan risiko dan bahaya penelusurannya, ternyata memiliki potensi yang jika dikelola secara tepat dan layak dapat menjadi alternatif destinasi wisata yang menawarkan elemen yang kompleks mulai dari wisata rekreasional, edukasional, dan petualangan.
“ISS juga ingin mempunyai semangat Marching Forward to a world class speleological society,” katanya.
Seperti diketahui, saat ini sudah ramai daerah-daerah yang memiliki gua karst kemudian memaksakan diri membuka gua-gua di daerahnya menjadi gua wisata.
”Walaupun secara karakteristik tampilan eksternal dan internal gua-nya sendiri tidak memiliki daya tarik atau terlalu berbahaya jika dijual sebagai objek wisata. Maka ini harus juga diiringi dengan pendidikan dan pemahaman yang baik,” ujarnya.
Demikian juga terjadi bagi pelaku wisatanya, masih kata Ahman, baik pengunjung maupun pemandu yang belum memiliki standard dan kualifikasi yang didukung pengalaman serta keterampilan yang mumpuni.
”Nantinya ini dikhawatirkan menjadi bom waktu yang tidak dapat diprediksi kapan meledak dan menelan korban dikarenakan banyaknya faktor hazard yang saling terkait satu sama lainnya,” tambah pria yang pernah mengambil S2 di Belgia itu.