Mengenang Putranya Tewas Ditendang Suami, Wanita Pemulung Suka Menangis
Susanti tak mapu berdiri terlalu lama saat melihat suaminya, Muhamad Efendi, memeragakan adegan per adegan saat ia membunuh Maulana.
Penulis: Eko Setiawan
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Batam, Eko Setiawan
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Susanti tak mapu berdiri terlalu lama saat melihat suaminya, Muhamad Efendi, memeragakan adegan per adegan saat ia membunuh Maulana, anak keduanya.
Pada Selasa (15/3/2016) siang, anggota Polsek Lubuk Baja mendampingi rekonstruksi pembunuhan Maulana, bocah belum genap tiga tahun yang dibunuh ayahnya.
Pantauan Tribun Batam, Susanti sering menyandar di pelukan sahabat karibnya. Sesekali ia juga menyandarkan diri di pintu kamar.
Baca juga: Jejak Pembunuhan Anak Kandung di Batam Bak Skenario Film
Langkahnya gontai mendengar ejekan dan cacian para tetangga dari balik garis polisi. Meski begitu ia tetap hormat dan mencium tangan suaminya yang masih terborgol saat tiba di rumah yang hanya satu kamar berdindingkan triplek dan beratapkan seng.
Dalam balutan baju kaus dan jilbab cokelat, Susanti menyaksikan adegan per adegan Efendi membunuh Maulana sampai membuangnya ke dalam bekas galian beisi air di depan rumah.
Menurut pengakuan temannya, semenjak kejadian itu, Susanti sering menangis sendiri. Kerja tidak semangat lagi. Terkadang, saat termenung, tiba-tiba saja ia teringat Maulana. Seketika air matanya jatuh dan pandangannya kosong. Di benaknya ia masih terpikir Maulana, anaknya yang dikenal periang.
Kondisi Susanti tersudut karena ejekan yang dilontarkan warga dan tetangga rumah. Biasanya, jika ada kemalangan atau orang meninggal di kampung tersebut, suka rela warga memberikan sumbangan berupa uang kepada orang-orang yang ditinggalkan. Hal tersebut tidak terjadi kepada Susanti yang kini sendiri harus mengasuh anak bungsunya yang berusia tiga bulan. Dia adik Maulana.
Beberapa hari setelah pembunuhan, Susanti jarang bekerja sebagai pemulung di Pasar Jodoh. Ia sibuk membesuk suaminya di penjara.
Saat keuangannya mulai menipis, ia berpikir meminta uang sukarela dari para tetangganya seperti yang dilakukan ketika warga yang lain mendapat kemalangan.
Apa yang didapat malah tertawaan. Setelah berulang kali meminta, barulah Ketua RT memberinya uang Rp 300 ribu.
"Itu sudah saya juga yang memintakan sama Pak RT, barulah dikasihnya," ujar teman Susanti yang ditemui Tribun Batam di sela rekontruksi.
Ada 24 adegan yang diperagakan Efendi. Warga sekitar seolah tidak mau ketinggalan menyaksikan adegan demi adegan yang diperagakan Efendi.
Tidak sedikit dari warga yang merekam adegan itu menggunakan telepon seluler pribadi. "Begitu ya caramu membunuh anakmu? Dasar tak punya malu," teriak ibu-ibu di sana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.