Giliran Persatuan Sopir Taksi Bali Hari Ini Demo
Sekitar 1.000 sopir taksi yang tergabung dalam Persatuan Sopir Taksi Bali akan melakukan aksi damai untuk menolak kehadiran layanan taksi online.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Sekitar 1.000 sopir taksi yang tergabung dalam Persatuan Sopir Taksi Bali (Persotab) akan melakukan aksi damai untuk menolak kehadiran layanan taksi online berbasis aplikasi, Rabu (23/3/2016) pagi ini.
Mereka akan mendesak Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Bali untuk menindak operasi taksi berbasis aplikasi, khususnya Uber Taxi dan GrabCar.
Alasannya, armada transportasi yang dijalankan melalui aplikasi Uber dan Grab ternyata masih beroperasi di Bali kendati Gubernur dan Ketua DPRD Bali sudah menyatakan pelarangannya beberapa waktu lalu.
"Pernyataan Gubernur dan Ketua DPRD Bali sudah jelas bahwa layanan Grab dan Uber Taxi dilarang di Bali. Semestinya, kebijakan kedua pejabat itu diikuti dengan penindakan di lapangan oleh petugas Dishubkominfo, tapi ternyata tidak. Kuncinya ada di aparat Dishubkominfo," ujar I Ketut Witra, koordinator aksi damai Persotab, saat dihubungi Tribun Bali (Tribunnews.com Network), Selasa (22/3/2016).
Rencana aksi damai itu sudah disampaikan melalui surat ke Polresta Denpasar.
"Mereka akan berkumpul lebih dahulu di Parkir Timur Lapangan Niti Mandala, Renon, Denpasar," kata Kepala Sub Bagian Humas Polresta Denpasar, AKP Sugriwo, kemarin.
Diungkapkan I Ketut Witra, kehadiran taksi-taksi dengan “bendera” Grab dan Uber membuat ribuan sopir taksi konvensional/argo di Bali merosot drastis penghasilannya, yakni hingga 50 persen dari penghasilan yang diperoleh sebelum hadirnya taksi-taksi “berbendera” Grab dan Uber yang disebutnya ilegal itu.
"Jelas sekali, Grab dan Uber mengganggu perekonomian perusahaan taksi dan para sopir yang sudah lama beroperasi secara legal dengan mengikuti peraturan yang berlaku. Kami orang Bali sebetulnya tidak suka berdemo, mending mencari nafkah daripada demo. Tapi, sekarang makin susah mencari nafkah, pendapatan sudah turun 50 persen. Karena itu, kami terpaksa bergerak. Ini menandakan kami sudah sangat-sangat tertekan oleh taksi online berbasis aplikasi itu," kata Witra.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika melalui surat tertanggal 26 Februari 2016 yang salah satunya ditembuskan kepada Organda Bali, menyebutkan bahwa taksi Uber dan GrabCar dilarang beroperasi di Bali sampai adanya petunjuk teknis dari pemerintah pusat.
Penolakan besar-besaran terhadap kehadiran taksi online berbasis aplikasi terjadi di Jakarta kemarin, yang diikuti puluhan ribu sopir taksi konvensional (sistem argo) yang tergabung dalam Front Transportasi Jakarta.
Mereka menuntut pemerintah agar memblokir aplikasi Uber Taxi dan Grab karena dianggap ilegal.
Uber dan Grab dinilai melanggar UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJR) serta Keputusan Menteri Perhubungan No 35/2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan.
Kendaraan dengan “bendera” Uber dan Grab yang berplat hitam dianggap tidak mengikuti jalur perizinan/prosedur sebagai angkutan umum (pelat kuning) seperti keharusan berbentuk badan usaha, memiiki surat izin usaha, menyediakan pul (pool) taksi, ikuti uji kir setiap 6 bulan sekali dan membayar pajak sebagai angkutan umum.
Front Transportasi Jakarta juga merasa dirugikan oleh taksi berbasis online karena telah mengurangi penghasilan sopir taksi konvensional.
Sebetulnya, pada 14 Maret lalu Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah menyurati Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk segera memblokir aplikasi Grab dan Uber, karena dianggap melanggar UU Nomor 22/2009 tentang LLAJR serta peraturan turunannya.
Namun, Grab dan Uber seakan mendapat “angin” setelah Presiden Jokowi menyatakan agar kebijakan pemblokiran itu dikaji lebih dahulu, tidak buru-buru.