Menikmati Sajian Jamu Deplok Generasi Ketiga di Pasar Kranggan
Penjual jamu deplok kian menyusut. Tapi siapa sangka ada dua pria muda yang terus melestarikannya. Keduanya adalah generasi ketiga penjual jamu deplok
Penulis: Khaerur Reza
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Zaman berganti, selera pun mengikuti. Tapi sedikit yang bertahan, seperti penjual jamu tradisional yang diracik secara turun temurun.
Kalau pun ada, hanya segelintir saja. Di Pasar Kranggan Yogyakarta ada penjual jamu deplok yang dikelola dan diracik langsung dua pria kakak beradik, yakni Hari Wahyudi (36) dan Nugi Nugroho (34).
Tak hanya ciamik meracik jamu sesuai kebutuhan pelanggan, keramahan dan guyonan keduanya membuat lapak jamu di sebelah selatan Pasar Kranggan tersebut selalu ramai diserbu pembeli.
"Selain dalam rangka melestarikan budaya juga untuk merayakan kemerdekaan indonesia," ujar Hari berseloroh saat ditemui Tribunjogja.com, Jumat (25/3/2016).
Hari dan Nugroho sudah delapan bulan berjualan jamu tradisional di tempat tersebut setelah meneruskan usaha sang ibu yang sudah tutup usia.
Mereka adalah generasi ketiga keluarga penjual jamu yang dirintis Mbah Pawiro sejak tahun 1960an, yang kemudian diteruskan oleh Ibu Mur, ibu mereka.
Tidak ada rasa minder keduanya selama berjualan jamu, meski Hari sebelumnya pernah menjadi General Affair di sebuah perusahaan di Yogyakarta.
Keinginan untuk melestarikan warisan keluarga memaksa dia keluar dari perusahaan lama dan mulai ikut membantu sang ibu berjualan jamu bersama adiknya. Setelah ibunya wafat, Hari dan adiknya yang meneruskan usaha turun temurun ini.
Jamu deplok yang mereka sajikan berbahan di antaranya kencur, kunir, temulawak. Semua bahan itu dideplok atau ditumbuk di rumah untuk kemudian diracik dengan cara diperas lalu dicampur sesuai kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Berbagai macam jamu yang disajikan seperti uyup-uyup, beras kencur, kunir asem, sehat pria, pegel linu hingga pelancar haid dan lainnya.
Penyajiannya pun cukup unik karena konsumen yang akan menikmati jamunya di tempat akan disuguhi jamu dengan wadah batok kelapa.
"Sudah dari kecil kita lihat kalau simbah lagi ngeracik jamunya, terus kita juga selalu bantu-bantu ibu jadi kita tau takarannya kebutuhannya disesuaikan," ujar Nugroho menambahkan.
Awalnya mereka berdua sempat kesukitan akibat banyak mantan pelanggan ibunya yang tidak cocok, namun lambat laun banyak yang cocok dengan racikan mereka dan kembali laris manis.
Kini lapak yang biasanya dibuka sejak pukul 05.00 WIB biasanya sudah ludes pada pukul 09.00 WIB, bahkan di hari libur mereka sampai harus menambah stok jamunya.