Di Desa Ini Mayat Hanya Diletakkan di Atas Tanah, Tapi tak Berbau
Pertama Sema Bantas, kuburan ini untuk orang-orang yang meninggal karena bunuh diri, berkelahi dan penyakit ganas.
Editor: Wahid Nurdin
Laporan wartawan Tribun Bali, Irma Yudistirani
TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR – Pernahkah kamu singgah di Desa Trunyan? Desa ini berada di Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali, dekat dengan Danau Batur.
Desa Trunyan atau Desa Terunyan memiliki keunikan dibandingkan desa lain yang ada di Bali.
Diketahui sebagai desa tertua di Bali, memiliki penduduk orang Bali asli (sering disebut sebagai Bali Aga).
Mengutip dari akun Facebook Sejarah Bali, desa ini masih memegang teguh tradisi-tradisi kuno.
Berikut ini cerita tentang Desa Trunyan yang diulas oleh Sejarah Bali:
Untuk menuju Desa Trunyan, bisa melalui akses jalur darat dari Penelokan, atau melewati akses dermaga di Kedisan menggunakan perahu motor.
Menurut prasasti tertua di Bali, era sejarah di Bali dimulai sejak tahun 882 masehi.
Saat itulah penduduk Trunyan telah tinggal di daerah itu.
Adat yang paling unik di Desa Terunyan adalah pemakamannya.
Biasanya orang-orang Bali yang meninggal jenazahnya dibakar atau dikubur.
Namun, di Desa Trunyan, setiap warga yang meninggal jenazahnya hanya diletakkan di atas tanah.
Mereka menyebutnya dengan istilah mepasah.
Menurut pemahaman mereka, setiap jasad orang yang sudah meninggal dunia, harus dikembalikan ke bumi, dan dengan cara inilah menurut mereka telah dikembalikan ke bumi.
Di Desa Trunyan terdapat tiga kuburan.