Jalasenastri Gelar Seminar Mengatasi Penyimpangan Seks
Jalasenastri menggelar seminar kesehatan mengenai penyakit menular seksual dan LGBT di auditorium Akademi Angkatan Laut Bumimoro Surabaya.
Penulis: Monica Felicitas
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Surya, Monica Felicitas
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Selain lomba balita sehat, memperingati HUT ke-70 Jalasenastri menggelar seminar kesehatan mengenai penyakit menular seksual dan LGBT di Auditorium Akademi Angkatan Laut Bumimoro Surabaya, Jumat (13/5/2016).
Kegiatan bertema 'Dengan Semangat Kekeluargaan Jalasenastri Bertekad Ikut Serta Mewujudkan Kesejahteraan dan Kebersamaan Untuk Keluarga Prajurit TNI AL' dihadiri ratusan siswa siswi SMA Hang Tuah 1, SMA Kal 1 dan Kal 2 Surabaya.
Undangan antusias tampak dari sejumlah siswa melayangkan pertanyaan kepada dr H Agus Ali Fauzi dan dra Astrid Ratna yang menjadi pembicara seminar.
Dr Agus merasa prihatin mengenai masalah kondisi akhlak masyarakat saat ini. Ia menegaskan peran besar orangtua diperlukan dalam pembentukan karakter anak agar terhindar dari penyimpangan seksual.
”Awalnya perlunya dibenahi dulu akhlak lingkungan kita, sebagai orangtua kita harus menunjukan posisi yang benar. Sebagai anak, haruslah kita mengisi keseharian dengan kegiatan positif agar terhindar dari pengaruh negatif,” papar dr Agus.
Menurut dia penyimpangan akhlak menjadi akar penyimpangan sosial yang bisa berdampak pada penyimpangan seksual.
”Akhlak adalah pengendali perilaku kita. Anak remaja masih dalam mencari identitas diri, dibutuhkan peran pemerintah dan orangtua yang mampu menjadi teladan. Terpenting adalah pencegahan dan diskusi terbuka seperti ini dapat menambah wawasan kita,” imbuh dia.
Dra Astrid Ratna, psikolog yang menjadi pembicara seminar mencontohkan anak kelas 3 SD di Surabaya yang mencabuli temannya adalah korban karena kurang mendapat pengawasan orangtua.
”Kesalahan lingkungan bisa menjadi faktor pendorong penyimpangan seksual. Anak kelas 3 SD padahal belum bisa ereksi, tetapi mereka sudah terpapar pornografi yang membuat dorongan seks," kata Astrid.
"Yang mendasar dalam persoalan ini karena pembentukan karakter dari orangtua yang kurang berperan bagi berkembangan anak,” papar dia.