Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Guru Pesantren Mengajar di Sekolah Kristen Australia: Tak Boleh Ada Suara saat Kami Salat

Sebelum mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia dan kebudayaan, dua guru Madrasah ini sempat khawatir karena masalah agama.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Cerita Guru Pesantren Mengajar di Sekolah Kristen Australia: Tak Boleh Ada Suara saat Kami Salat
Tribun Timur/Edi Sumardi
Vice Consul Australian Consulate-General Makassar, Anne Dickson berfoto bersama dengan dua guru peserta program BRIDGE, Wahyuni Tahir dan Syatriani di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin, Kecamatan Limbung, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (23/5/2016). Kedua guru MTs Sultan Hasanuddin tersebut baru tiba dari Australia. 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Edi Sumardi

TRIBUNNEWS.COM, SUNGGUMINASA - Program Building Relations through Intercultural Dialogue and Growing Engagement (BRIDGE) berhasil membawa dua guru madrasah tsanawiyah pada Pesantren Sultan Hasanuddin, Gowa, Sulawesi Selatan mengajar di Australia.

Tempat mengajar mereka jauh berbeda dengan sekolah asal. Demikian pula dengan mata pelajaran yang diajarkan.

Mereka mengajar di Waikerie Lutheran Primary School, sebuah sekolah dasar di Waikerie, South Australia.

Sekolah itu adalah sekolah milik yayasan Kristen Lutheran.

Sebelum mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia dan kebudayaan, dua guru bahasa Inggris Madrasah Tsanawiyah Sultan Hasanuddin, Wahyuni Tahir dan Syatriani sempat khawatir karena masalah agama.

Fakta kemudian berkata lain ketika mereka menginjakkan kaki di sekolah itu.

BERITA REKOMENDASI

"Ada toleransi, kami dari pesantren. Kami malah diberi waktu untuk salat lima waktu. Salat ada ruang khusus di perpustakaan. Tak boleh ada suara saat kami salat. Luar biasa. Sekolah ini adalah sekolah Kristen," kata Wahyuni dan matanya berkaca-kaca saat menceritakan toleransi antaragama di Negara Kanguru.

Wahyuni dan Syatriani baru tiba dari Australia, Senin (23/5/2016), subuh.

Mereka langsung bertemu dengan lima jurnalis dari Makassar, Sulawesi Selatan, termasuk dari Tribun Timur di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin di Limbung, Gowa, Senin siang.

Juga turut serta Vice Consul Australian Consulate-General Makassar, Anne Dickson dan Media and Communication Specialist Australian Embassy Jakarta, Emy Fitrihastuti.

Kepada jurnalis dan perwakilan kedutaan serta konsultan, Wahyuni dengan Syatriani mengaku sangat senang dapat mengikuti program BRIDGE.


Selama tiga pekan di Austalia, mereka mendapat metode pengajaran yang jauh lebih maju dibanding di Indonesia.

BRIDGE adalah sebuah program peningkatan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan oleh Australian Government bekerjasama dengan Australian Embassy Jakarta, Asia Education Foundation, dan the Myer Foundation, sejak tahun 2008.

Melalui BRIDGE, sejumlah peserta didik beserta tenaga pendidik (guru) di Australia dan Indonesia meningkatkan kemampuan berbahasa dan mendapatkan pengajaran baru.

Juga keterampilan melalui pembelajaran tatap muka dengan menggunakan teknologi dalam jaringan (online) seperti teknologi barcode dan QR code, Skype.

Sebagai bagian dari program tersebut, guru dari Indonesia diajak mengunjungi Australia guna dilatih memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.

Begitu pula sebaliknya, guru dari Australia, mengunjungi Indonesia.

Sumber: Tribun Timur
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas