Cak Rogo, Mempertahankan Ludruk Suroboyoan Agar Tak Tersuruk
"Andai orang-orang tahu saat ini seni Ludruk sangat memprihatinkan. Saya sangat sedih," Cak Rogo membagi kecemasannya soal masa depan ludruk.
Penulis: Monica Felicitas
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Surya, Monica Felicitas
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sementara menyesap aroma kretek hingga memenuhi rongga paru-parunya Cak Rogo mengedarkan pandangan kosong dari teras rumahnya seluas 5x7 meter persegi.
"Andai orang-orang tahu saat ini seni Ludruk sangat memprihatinkan. Saya sangat sedih," Cak Rogo membagi kecemasannya soal masa depan ludruk, seni tradisional khas Surabaya kepada Surya (Tribun Network) pada Maret lalu di rumahnya.
Pria berdahi sempit, tulang matanya menonjol, hidung tak mancung itu geregetan sedikit anak muda, jangankan mau sungguh-sungguh berlatih dan meneruskan ludruk, melirik pertunjukan saja tidak.
Meski lebih dulu mengakrabi wayang orang di masa mudanya, pantang bagi Cak Rogo menipiskan cita-citanya untuk melanggengkan tradisi ludruk agar terus bertahan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Bukan main cemasnya Cak Rogo melihat para seniman yang menghidupi dan mencari penghidupan lewat ludruk sudah sepuh.
Sebut saja masih ada pemain berusia 60 tahun yang memainkan tokoh Suminah di sanggarnya, sementara penonton ludruk anak muda potensial sebagai pewaris keseniaan ini.
"Itu kan enggak etis, kok bisa anak muda yang tinggal menonton, mestinya mereka yang melanjutkan," Cak Rogo melemparkan kedongkolannya.
Sekira lima tahun lalu, ketika ragam tontonan hiburan lebih menjadi tuntunan, ludruk sempat mati suri dan tak pernah dipanggungkan di Taman Hiburan Rakyat.
Sebelum segalanya berakhir, pemilik nama lengkap Sugeng Rogo Wiyono ini mendirikan sanggar seni Pemuda Taman Hira.
Rumahnya di Kampung Seni Taman Hiburan Rakyat sebagian ia sulap sebagai tempat latihan anak didiknya dari usia dini sampai SMA.
Di tempat itu terpajang etalase kaca berisi kostum wayang orang, ludruk, ketoprak, mahkota dan topong yang ia sewakan.
Bukan persoalan mudah mengajak mereka menggeluti ludruk. Mau tak mau Cak Rogo menarik anak-anak ke dunia barunya lewat latihan silat di rumahnya tak lebih untuk menyenangkan mereka.
Setelah puas lewat latihan silat, sedikit demi sedikit anak-anak tadi disodorkan naskah berisi dialog dengan peran masing-masing. Mereka diberi waktu tiga hari untuk menghapal. Tiba waktunya naskah dialog itu Cak Rogo robek di depan anak-anak lalu dimintanya mereka menghapal naskah tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.