Kisah Aiptu Mustamin, Belasan Tahun Menjadi Tukang Tambal Ban
Pria kelahiran Bone,ini tak hanya sebagai seorang polisi, di luar jam kerjanya ia juga punya pekerjaan sampingan sebagai seorang tukang tambal ban.
Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Timur Fahrizal Syam
TRIBUNNEWS.COM,MAKASSAR - Bripka Seladi, anggota Polisi dari Polres Malang Kota, menarik perhatian publik belakangan ini karena profesinya selain sebagai seorang polisi, juga bekerja sampingan sebagai seorang pemulung.
Rupanya bukan hanya Bripka Seladi ploisi yang memiliki pekerjaan sampingan, di Makassar juga ada polisi serupa, meski pekerjaannya yang berbeda.
Dialah Aiptu Mustamin (57), anggota Samapta Bhayangkara (Sabhara) Polsek Ujung Pandang.
Pria kelahiran Bone, 7 Juni 1959 ini tak hanya sebagai seorang polisi, di luar jam kerjanya ia juga punya pekerjaan sampingan sebagai seorang tukang tambal ban.
Mustamin merupakan lulusan SPN Batua (dulu bernama Secatwami Akabri) tahun 1979.
Ia mengawali karir dengan bertugas di Komtabes Makassar (Sekarang Polrestabes). Ia juga mengaku pernah bertugas di satuan Brimob.
Saat ditemui di tempat kerja sampingannya, Rabu (25/5/2016) di Jl Amanagappa Makassar,, Mustamin tampak sedang berbaring di sebuah balai-balai, di bawah pohon rindang tak jauh dari tempat ia biasa menambal ban bocor.
Ia baru saja pulang dari Mapolsek Ujung Pandang, tempatnya bekerja.
Mustamin mengaku sudah 37 tahun menjadi seorang polisi, sedangkan kerja sampingannya sebagai tukang tambal ban ia lakoni sejak belasan tahun lalu, namun ia lupa kapan ia memulainya.
"Sudah belasan tahun saya jadi tukang tambal ban, tapi saya lupa kapan pertama kali memulai pekerjaan ini," kata Mustamin sambil menyeruput secangkir ngopi dan sebatang rokok.
Bagi pria asal Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan ini, pekerjaan tukang tambal ban bukanlah sesuatu yang harus dianggap remeh atau dipandang sebelah mata.
"Banyak yang bilang, mengapa seorang polisi mau bekerja sebagai tukang tambal ban, apa tidak malu, saya bilang tidak apa-apa, toh ini halal," ujarnya.
Baginya, menjadi seorang tukang tambal ban tak melulu karena persoalan ekonomi atau gaji sebagai seorang polisi yang tak cukup untuknya.
Namun ia merasa pekerjaannya itu adalah sebuah hobi yang telah ia geluti selama bertahun-tahun.
"Saya menganggap tambal ban sebagai sebuah olahraga dan hobi dan tentunya menghasilkan, saya juga merasa bosan tinggal di rumah jika sedang tak bekerja."
"Saya tidak pernah merasa gengsi atau malu, ditambah lagi, niat saya memang mau membantu orang yang membuntuhkan bantuan saya,"
Pria yang tinggal di Jl Sultan Abdullah Raya, Kecamatan Tallo, ini menjelaskan selama apa yang dilakukannya tak merugikan orang lain, tidak menjadi masalah baginya meski harus dicela.
"Banyak yang menyindir, tapi selama itu tidak merugikan orang lain, saya akan kerjakan."