Hama Serangga di Banyuwangi Jadi Komoditas Ekspor, Dikirim Hingga ke Eropa
George Oktavianus, warga Kalibaru Banyuwangi, menjadikan hewan-hewan yang banyak dianggap sebagai hama ini menjadi laba.
Editor: Wahid Nurdin
Laporan wartawan Surya, Haorrahman
TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Hama serangga yang ada di perkebunan, pertanian, dan hutan, ternyata mampu menjadi komoditas ekspor.
George Oktavianus, warga Kalibaru Banyuwangi, menjadikan hewan-hewan yang banyak dianggap sebagai hama ini menjadi laba.
Serangga-serangga itu pun kini diekspor ke luar negeri, Asia dan Eropa.
"Awalnya ini hanya hobi saja, mengoleksi dan merawat serangga. Ternyata banyak orang dari luar negeri yang menyukainya," kata George.
Rumah George, di Kalibaru, Banyuwangi, bisa disebut sebagai museum mini serangga dan kumbang. George menjadikan tiga kamar khusus untuk serangga dan kumbang miliknya.
Terdapat 400 lebih jenis di rumah dua laintai itu. Di rumahnya saat ini terdapat sekitar 3000 serangga dan kumbang yang dirawatnya.
"Itu berasal dari Sabang sampai Merauke. Ada juga yang dari luar negeri. Saya kumpulkan di sini," kata George.
Serangga-serangga seperti Hexatihirius Parry (Rejang Lebong-Bengkulu), Chaosoma Atlas-Bengkulu, Odontololabis Wollosturi-Kerinci Sumatera, dan aneka jenis serangga lainnya. Jenis serangga yang terbanyak menurut George ada di pulau Sumatera.
Dari jenis-jenis serangga yang ada, terdapat varietas yang menjadi idola, yakni Prospocilus Ijengensis yang hanya satu-satunya ada Gunung Ijen.
"Serangga ini hanya ada di Ijen. Di tempat lainnya tidak ada. Ini paling dicari di luar negeri," kata George.
Serangga-serangga itu dimasukkan dalam toples, yang tutupnya diberi lubang udara. Toples-toples itu tersusun, rapi di rak yang tinggi.
Meski satu-satunya di dunia, masih banyak yang belum mengetahui jenis serangga khas di daerahnya. Menurut dia dengan mengkoleksi banyak serangga bisa mengurangi stres terutama ketika jenuh dengan rutinitas sehari hari.
"Setiap serangga itu memiliki keunikan sendiri sendiri. Saya keliling Indonesia hanya untuk mendapatkan jenis jenis serangga baru," lanjutnya.
George mengatakan, mulai mengoleksi serangga sejak tahun 1997. Namun mulai 2002, ketika banyak orang dari luar negeri yang tertarik untuk memiliki serangga-serangga miliknya, George mulai serius mengembangkan bisnis ini.
Selain mengirim serangga dalam keadaan hidup, serangga yang sudah mati juga memiliki daya jual dengan diawetkan lalu dijadikan suvenir. Namun George tidak mau menyebutkan berapa keuntungan yang dia dapat dari menjual serangga-serangga ini.
"Merintis bisnis ini hanya butuh keuletan dan tidak mudah putus asa," jelasnya.
Selama ini, George telah mengirim serangga ke Jepang,Taiwan, Korea, Malaysia,Thailand, Perancis, Inggris, Spain dan negera Eropa lainnya.
Selain serangga dan kumbang, di rumah George juga terdapat belalang yang ukurannya jumbo. Belalang itu dikenal dengan belalang stik (Eurynema Versirubra).
Di Banyuwangi, hewan ini hidup di pemukiman penduduk yang berada di Gunung Gumitir Kecamatan Kalibaru. Selain itu warna hijaunya lebih terang dibanding dengan belalang daerah lain. Pada usia dewasa, yakni 6 bulan, belalang stik Banyuwangi ini mencapai ukuran 15 cm hingga 20 cm.
Permintaan terbanyak adalah dari Jepang dan Taiwan. Ia menjelaskan usia belalang stik hanya sampai 6 bulan. Pengawetan dilakukan setelah belalang mati secara alami.
Ia mengatakan, belalang stik yang dia dapatkan merupakan hasil tangkap alam.
Ubaidlilah, penangkap serangga, kumbang atau belalang yang bekerja pada George mengatakan, paling sering menangkap di Gunung Raung dan Ijen. Peralatan yang digunakan pun masih sederhana. Hanya lampu dan kan putih untuk dijadikan perangkap.
"Biasanya saya menangkap mulai pukul 19.00 hingga 21.00 malam," kata Ubaidilah.
Hanya saja, Ubaidilah mengatakan, tidak melakukan penangkapan saat padang bulan, karena biasanya sangat sulit ditangkap. (ook)