Wali Kota Lhokseumawe Bantah Terima Fee Rp 1 Miliar
Pernyataan Nazaruddin dalam video berdurasi 2,22 detik itu kini beredar luas di media sosial dan direspons netizen.
Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya, membantah tudingan mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin yang menyebut dirinya menerima fee Rp 1 miliar dari proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2015.
Pernyataan Nazaruddin dalam video berdurasi 2,22 detik itu kini beredar luas di media sosial dan direspons netizen dengan sikap antara percaya dan tidak.
Dalam video wawancara itu, Nazaruddin yang berstatus terpidana enam tahun dalam perkara korupsi dan pencucian uang, menyebutkan nama sejumlah pejabat di pusat dan di daerah yang menerima aliran dana dari perusahaan miliknya, Permai Grup. Salah satu penerimanya adalah Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya..
Dana itu, kata Nazaruddin, ditransfer ke rekening istri muda Suaidi Yahya, sesuai permintaan yang bersangkutan. Tapi “kicauan” Nazaruddin itu disanggah Suaidi Yahya saat dikonfirmasi Serambinews.com (Tribunnews.com network) di Lhokseumawe, Rabu (15/6/2016).
“Saya tidak mengenal siapa Nazaruddin itu dan saya tidak pernah bertemu dengan dia. Juga tidak pernah menerima dana yang dimaksud dia sebagai fee proyek DAK. Sebab, tidak ada hubungan Nazaruddin dengan DAK, karena itu dana pemerintah,” kata Suaidi.
Kalau ada pihak yang mengklaim dirinya menerima fee tersebut, Suaidi mempersilakan pihak terkait untuk membuktikan dengan cara menunjukkan bukti transfernya.
Selain itu, pernyataan Nazaruddin bahwa ia menstransfer uang untuk Suadi ke rekening istri mudanya, itu juga fitnah.
“Itu fitnah, jelas mengada-ada. Jadi, jangan asal menuduh jika tidak punya bukti,” ungkap Suaidi.
Soalnya, kata Suaidi, menuduh orang sembarangan tanpa ada bukti bisa merusak rumah tangga orang. Suaidi juga menduga, persoalan itu muncul, karena ada persoalan proyek yang terkendala dalam pengerjaan oleh pihak tertentu.
Penelusuran Serambi, Permai Grup adalah kontraktor yang membangun lima ruas jalan di Kota Lhokseumawe. Tapi pelaksanaan proyek itu berjalan lambat.
Belakangan, meski sudah dikerjakan dalam masa denda selama 90 hari (1 Januari-30 Maret 2016), tapi tidak rampung 100 persen.
Kabarnya, pihak pemko tak mau meneken kalau kesiapan proyek tersebut tidak di atas 90 persen, sedangkan pihak Permai tetap meminta angka tersebut. Jadi, karena tidak tercapai angka persentase tersebut, mencuatlah video tersebut.
Ditanya tentang proyek pembangunan jalan itu, Suaidi hanya mengatakan, “Masalah pekerjaan proyek itu ada ketentuan dan ada mekanisme proses tender. Jadi, bukan seperti keinginan orang itu.”
Sejauh ini, Suaidi belum menyatakan akan menggugat Nazaruddin karena sudah memfitnahnya tentang dua hal: menerima fee proyek dan punya istri muda.
Ketika hal ini ditanyakan Serambi kepada seorang pakar hukum di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh kemarin, ia menyatakan bahwa bukti rekaman itu bukanlah bukti hukum, melainkan petunjuk hukum.
Apabila ingin diselidiki atau bahkan disidik, maka penyidik bisa memanggil Nazaruddin sebagai saksi atas dasar petunjuk dalam rekaman video tersebut. Sedangkan saksi keduanya adalah istri muda Suaidi Yahya, jika benar sosoknya ada, seperti yang diinformasikan Nazaruddin di dalam rekaman video itu. “Dua saksi saja sudah cukup,” kata pakar hukum tersebut yang minta namanya tak diekspose.
Kemudian, menurutnya, jika saksi sudah ada, penyidik bisa bergerak untuk mencari bukti materiil. Salah satu upaya termudah untuk melacak aliran dana tersebut adalah dengan menelusuri rekening bank yang digunakan si penerima dan si pengirim dalam transfer fee sebesar Rp 1 miliar itu.
Catatan Serambi, selain terlibat kasus Hambalang, Nazaruddin didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.
Saat menerima gratifikasi, ia masih berstatus Anggota DPR RI. Nazar juga merupakan pemilik dan pengendali Anugrah Grup yang berubah nama menjadi Permai Grup. Perusahaan inilah yang menggarap proyek hingga ke Kota Lhokseumawe.
Nazaruddin juga didakwa melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di berbagai perusahaan--termasuk saham Garuda Indonesia--yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi. (serambi indonesia/jaf/dik)