Pemeriksaan BBPOM Bandung, Bahan Pangan Parcel Lebaran di Jawa Barat Aman
Tim pemeriksa selalu memerhatikan lima indikator itu untuk memeriksa bahan pangan, baik parsel maupun bukan parsel
Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jabar Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung menyebutkan bahan pangan dalam parcel lebaran yang dijual di sejumlah pusat perbelanjaan di Jawa Barat aman konsumsi.
Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan tim BBPOM Bandung yang melakukan operasi selama Ramadan hingga hari ini.
"Kami sudah memeriksa parcel lebaran tidak ditemukan bahan berbahaya, semua aman konsumsi," kata Kepala BBPOM Bandung, Abdul Rahim, kepada Tribun melalui sambungan telepon, Selasa (28/6/2016).
Menurut Abdul, pihaknya memeriksa parcel yang dijual di sejumlah toko dan pusat perbelanjaan di Kota Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur, Kota Sukabumi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Purwakarta, Kota Cirebon, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kabupaten Bandung.
"Hal ini dipicu meningkatnya kesadaran pedagang parcel yang ingin menjual parcel secara benar. Para pedagang tidak ada niat mencari keuntungan dengan menjual parcel yang menyalahi aturan," ujar Abdul.
Abdul mengatakan, setidaknya ada lima indikator yang menunjukkan suatu bahan pangan itu dilarang beredar dan tidak aman untuk dikonsumsi.
Tim pemeriksa selalu memerhatikan lima indikator itu untuk memeriksa bahan pangan, baik parsel maupun bukan parsel.
"Setiap bahan pangan itu kami rinci apakah ada yang rusak, kadaluarsa, izin edar, labelnya berbahasa Indonesia, atau labelnya mengalami perubahan atau tidak. Salah satu tidak ada maka itu dilarang beredar," ujar Abdul.
Kendati dinyatakan aman, Abdul tetap mengimbau agar masyarakat teliti membeli produk pangan menjelang hari raya. Sebab permintaan akan tinggi sehinnga pemilik toko juga tidak sempat memeriksa barangnya.
"Lima indikator itu sebaiknya diperiksa. Jangan mudah tergiur dengan barang yang harganya murah. Konsumen harus lebih kritis terhadap produk pangan olahan dan kemasa," kata Abdul. (cis)