Cerita Gus Mus tentang Istrinya, Nyai Hj Siti Fatma
Nyai Hj Siti Fatma meninggal di RSUD Rembang, Kamis (30/6/2016). Selama hidupnya, Gus Mus tak pernah mengucapkan 'I love you' untuk istrinya itu.
Editor: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perjalanan rumah tangga KH A Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus bersama Nyai Hajjah Siti Fatma telah berlangsung menjelang setengah abad.
Gus Mus resmi menikahi putri Kiai Basyuni pada 19 September 1971. Ia merasakan berbagai lika-liku hidup berkeluarga dengan Siti Fatma: susah senang keduanya lalui bersama.
Hingga akhirnya, Kamis (30/6/2016), pukul 14.30 WIB, Nyai Fatma mendahului Gus Mus pulang ke rahmatullah di Rumah Sakit Umum Daerah Rembang, Jawa Tengah.
“Selera kami sering berbeda. Tapi kami selalu menghargai selera masing-masing,” tutur Gus Mus melalui akun Facebook pribadinya A Mustofa Bisri pada 3 April 2016 lalu seperti dilansir NU Online.
Dua hari setelah hari ke-44 pernikahan, Gus Mus bercerita perihal kehidupan bersama istrinya.
Berikut kutipan lengkap tulisan pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang ini di dinding Facebooknya pada 21 September 2015.
Kemarin, 19 September, 44 tahun yang lalu, aku menyatakan "Qabiltu nikahaha..." ketika Kiai Abdullah Chafizh - Allahu yarham - mewakili Kiai Basyuni, mengijabkan putrinya, Siti Fatma, menjadi isteriku.
Sejak itu berdua kami mengarungi pahit-manis-gurih-getirnya kehidupan.
Selama itu --hingga kami dikaruniai 7 orang anak, 6 orang menantu, dan 13 orang cucu-- seingatku, belum pernah aku mengucapkan kepada temanhidupku ini: "I love you", "Aku cinta padamu", "Anä bahebbik", "Aku tresno awakmu", atau kata-kata mesra sejenis.
Demikian pula sebaliknya; dia sama sekali belum pernah mengucapkan kepadaku kata rayuan semacam itu. Agaknya kami berdua mempunyai anggapan yang sama. Menganggap gerak mata dan gerak tubuh kami jauh lebih fasih mengungkapkan perasaan kami.
Selain itu kami pun jarang sekali berbicara 'serius' tentang diri kami. Seolah-olah memang sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan secara serius.
Apakah masing-masing kami atau antar kami tidak pernah ada masalah? Tentu saja masalah selalu ada.
Bahkan kami bertengkar, menurut istilah orang Jawa, sampai blenger. Tapi kami menyadari bahwa ‘masalah’ dan pertengkaraan itu merupakan kewajaran dalam hidup bersama dan terlalu sepele untuk diambil hati.
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan kurnia ini. Alhamdulillah ‘ala kulli hal..
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.