Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penuturan Keluarga Santoso di Magelang: Saya Ikhlas Saja Sudah Jatahnya Dia Ketembak

Keluarga terduga teroris Santoso mengaku ikhlas atas tewasnya Santoso.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Penuturan Keluarga Santoso di Magelang: Saya Ikhlas Saja Sudah Jatahnya Dia Ketembak
TRIBUN TIMUR/HO
Anggota Satgas Operasi Tinombala usai mengevakuasi jenazah terduga teroris Santoso di Poso, Senin (18/7/2016). Pimpinan Mujahidin Indonesia Timur tersebut diduga berhasil dilumpuhkan dalam sebuah baku tembak di kawasan pegunungan di kawasan Poso Sulawesi Tengah. TRIBUN TIMUR/HO 

Laporan Kontributor Kompas.com di Magelang, Ika Fitriana

TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG -Keluarga terduga teroris Santoso yang tinggal di Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengaku ikhlas atas tewasnya Santoso.

Santoso alias Abu Wardah dinyatakan tewas setelah sempat adu tembak dengan anggota satuan tugas Operasi Tinombala, di Poso, Sulawesi Tengah, Senin (18/7/2016).

"Saya sendiri belum tahu benar tidaknya Santoso ketembak. Tapi saya sudah ikhlas saja. Sudah jatahnya dia ketembak," ujar Ahmad Basri, saudara sepupu Santoso, Selasa (19/7/2016).

Sejauh ini, lanjut Basri, belum ada pembicaraan maupun rencana apapun dari pihak keluarga terkait meninggalnya Santoso.

Ia berkeyakinan jika jenazah Santoso tidak akan dimakamkan di Desa Adipiro, melainkan di tempat keluarganya yang lain yang tinggal di luar kota Magelang.

"Mungkin tidak dimakamkan disini. Saya tidak ikut campur soal itu. Karena saya jarang berurusan," katanya.

Berita Rekomendasi

Menurut Basri, kedua orangtua Santoso, Irsan (almarhum) dan Rumiyah, memang berasal dari Desa Adipiro yang terletak di ketinggian sekitar 1.300 mdpl di Gunung Sumbing.

Keluarga Santoso kemudian pindah ke Palu karena mengikuti program transmigrasi tahun 1970 silam.

Saat itu, Basri mengaku belum lahir sehingga tidak mengetahui secara pasti kehidupan Santoso sejak kecil.

Namun Basri pernah bertemu dengan Santoso saat pulang ke Desa Adipiro untuk menjual tanah orang tuanya pada tahun 1998.

"Sejak itu kami sudah tidak pernah berkomunikasi," tandas Basri.

Kepala Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Waluyo juga menyatakan tidak ada persiapan khusus terkait kematian orang yang diduga menjadi otak sejumlah aksi terorisme di Indonesia timur tersebut.

"Kemungkinan jenazah tidak dimakamkan di desa sini. Tidak ada hubungannya (langsung). Keluarganya di luar daerah masih banyak," kata Waluyo.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas