Benny Mamoto: Pengakuan Freddy Budiman Tak Terkonfirmasi
Mantan Deputi Penindakan BNN, Benny Mamoto, menilai beredarnya pengakuan Freddy Budiman yang disampaikan Haris Azar tak berdasar.
Penulis: Fine Wolajan
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Manado, Finneke Wolajan
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Benny Mamoto, mantan Deputi Penindakan BNN, menilai beredarnya pengakuan Freddy Budiman yang disampaikan Haris Azar tak berdasar.
"Itu informasi yang tak terkonfirmasi," ujar Benny saat dihubungi Tribun Manado lewat sambungan telepon, Minggu (31/7/2016) malam.
Mamoto meminta publik membaca kembali tulisan yang beredar itu. Di alinea terakhir jelang penutup, Haris tak berhasil menemui pengacara Freddy.
"Itu keterangan yang tak terkonfirmasi yang sudah terblow up oleh media," sambung dia.
Keterangan Haris Azar, Koordinator KontraS, dalam konferensi pers menuduh aparat mengeksekusi Freddy untuk membungkam informasi keterkaitan pemerintah dalam kasus itu.
"Ia katakan Freddy sudah meninggal, masa tanya mayat? Ia sendiri sadar informasi itu belum terkonfirmasi. Haris Azar punya info sejak 2014, kenapa baru dibongkar sekarang setelah eksekusi? Ia beralasan sebagai upaya menolak eksekusi mati. Tapi kenapa caranya seperti itu," tanya Benny.
Mamoto menilai pernyataan Haris yang mewakili pengakuan Freddy tapi belum terkonfirmasi telah membuat kepercayaan publik terhadap BNN, Polri dan TNI hancur.
"Kita semua yang pernah menjabat di situ dan sekarang masih menjabat jadi korban. Kalau langsung nyebut orang, bisa fokus tapi ini tidak. Mau konfirmasi, kita juga pengen tahu siapa yang dimaksud. Sementara kita enggak pernah tahu siapa yang dimaksud," ungkap dia.
Selama bertugas Benny sering menangani kasus besar seperti korupsi, teror dan narkoba. Dari ketiganya, kasus narkoba ia nilai paling berat.
"Saya pernah menangani kasus BLBI tahun 2007, tim pemburu ke luar negeri, kasus korupsi Kabareskrim Polri, kasus teror, masalah narkoba. Narkoba memang kasus paling berat," ujar dia.
Dapat Karangan Bunga Duka Cita
Mamoto menjelaskan, beratnya kasus narkoba karena berhadapan dengan sindikat yang uangnya besar sekali. Bisa membeli siapa pun yang bisa dibeli.
"Saya bekerja punya prinsip takut akan Tuhan. Setiap melangkah, saya selalu awali dengan doa. Biarkan Tuhan beracara. Sehingga penanganan berbagai kasus saya berhasil. Waktu melepaskan sandera di Filipina Selatan saya sendiri. Termasuk tangani kasus pejabat, orang penting termasuk militer," beber Mamoto.
Ia bekerja profesional, ekstra hati-hati dan waspada. Benny sadar menghadapi sindikat yang punya uang dan tak punya hati. Bisa melakukan apa pun dengan uang, termasuk membunuh.
"Saya sering diancam akan dibunuh. Istri diteror. Saya pernah mendapat karangan bunga dukacita dengan nama saya Benny Mamoto," kenang dia.
Ia mengaku sangat ekstra hati-hati. Tak terima tamu urusan dinas di rumah. Anggota pun tidak. Tak pernah open house hari-hari raya.
"Lalu tanda tangan saya suruh sopir saya. Tak mau terima tamu urusan perkara di kantor. Karena saya deputi, saya perintahkan direktur, kasubdit, kepala unit. Saya tak mau istri saya dikotori dengan uang-uang tak benar itu," ucap dia.
Ia bersyukur istri dan mertuanya sudah tercukupi semua kebutuhannya dengan bisnis, tal mencari-cari seperti itu. Di BNN, sambung Benny, dana operasional cukup.
"Semua cukup. Mau bergerak ke mana anggarannya ada. Tak ada alasan untuk itu (menerima upeti dari bandar narkoba, red)," tegas dia.