Kisah Sutaji dan Munawaroh, Pasangan Pencari Rumput yang Pergi Haji
Kehidupan rasa-rasanya memang terus berputar. Jika dahulu, untuk pergi menunaikan ibadah haji, hanya mampu dilakukan orang berduit
Editor: Hendra Gunawan
Untuk menopang kebutuhan rumah tangga sehari-hari, peran Munawaroh terlihat vital. Di rumahnya, ia bekerja sebagai penjahit pakaian.
“Jahit bajunya tetangga,” imbuh ibu tiga anak ini.
Bertahun-tahun bekerja mencari rumput inilah yang membuat Mutaji dan istinya mendapat imbalan hingga bisa cukup untuk pendaftaran haji pada 2010. Untuk melunasi biaya haji dan uang sakunya, dia pun melakukan hal serupa hingga 2016 ini.
Imbalan dari usaha penggemukan ternak tidak pernah dinikmatinya. Uang itu ditabung untuk kepentingan impiannya itu.
“Kuncinya satu mas. Kalau anak-anak sudah setuju, kita sudah mantapkan niat, ya sudah. Kita bekerja, tinggal nanti tuhan yang menentukan,” kata Mutaji.
Hingga kini, pasangan ini masih tidak menyangka bisa menunaikan ibadah haji yang baginya sudah seperti mimpi. Saat menceritakan kisahnya, mata Mutaji sempat berkaca-kaca menahan agar air matanya tidak menetes. Dia terharu lantaran merasa sebagai orang yang tidak berpendidikan (tidak lulus SD) ternyata masih bisa tetap berhaji.
"Saya berterimakasih kepada Allah. Saya akhirnya sudah punya biaya. Saya tidak pernah menabung uang sama sekali untuk berhaji, Rp 1.000 pun tidak. Memang jalannya seperti itu," kisahnya.
Mutaji dan istrinya cukup beruntung karena ketiga anaknya gotong royong membantu segala persiapan mereka, termasuk syukuran kepada warga sekitar sebelum berangkat haji.
"Saya sudah setahun ini berhenti kerja dulu. Alhamdulillah, badannya sudah tidak kurus seperti saat kerja dulu. Ini syukuran juga anak-anak yang biayai," ujar Munawaroh.
Kerja keras dan niatan yang tulus tampaknya menjadi hal baik yang perlu dipelajari bagi banyak orang. Semoga menjadi Haji yang Mabrur. (Nazar Nurdin)