Kisah Tino Sidin Sang Penyelamat Awak Pesawat Dakota
Jatuhnya Pesawat Dakota VT-CLA pada 29 Juli 1947 menimbulkan teka-teki.
Editor: Dewi Agustina
Dalam artikel tersebut dituliskan bahwa Tino Sidin adalah salah satu dari sekelompok orang yang membantu mengangkat jenazah penerbang Adisutjipto ke Rumah Sakit Bethesda, setelah pesawat yang ditumpangi pahlawan nasional itu tertembak jatuh di Yogyakarta.
Pada rubrik Redaksi Yth Kompas terbitan 8 September 1979, seorang pembaca bernama Jojok Soebandrio memberikan tanggapan tentang artikel ‘Tino Sidin’ yang dimuat Kompas.
Dalam rubrik tersebut Jojok membagi pengalamannnya bertemu seorang pejabat dari Hamburg, Jerman (Jerman Barat pada waktu itu).
Pejabat Jerman tersebut bercerita padanya ketika harus dipaksa turun dari pesawat Dakota dengan alasan ada ‘orang penting’, ketika pesawat sudah siap take off dari Singapura menuju Yogyakarta.
Selang beberapa waktu kemudian, pejabat Jerman tersebut kembali bertemu dengan Abdul Gani yang notabene merupakan satu-satunya awak pesawat Dakota yang selamat.
Dalam perjumpaan tersebut Abdul Gani bercerita jika tidak segera berlari ke WC pesawat, pasti akan ikut menjadi korban pengeroyokan massa.
Jadi pada saat itu, Abdul Gani tidak hanya ‘hampir’ dihajar massa, namun memang sudah mengalami pengeroyokan.
Situasi peperangan menyebabkan setiap orang saling curiga. Terlebih, pesawat Dakota memang bukan milik Republik Indonesia.
Buku biografi ‘Tino Sidin Guru Gambar dan Pribadi Multi Dimensional’ halaman 55-56 juga memuat keterangan dari Daoed Joesoef mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia era Soeharto.
Daoed yang kenal dekat dengan Tino Sadin menyebutkan, Tino termasuk orang yang pertama menolong. Pesawat tersebut jatuh di Ngoto Selatan kota Yogyakarta.
Tino Sidin yang saat itu melatih Kepanduan (sekarang Pramuka) melihat jelas pesawat nahas itu, terbakar di udara, asap mengepul, dan melayang ke bawah.
Tino pun, bergegas mengarahkan sejumlah anggota Pandu yang dipimpinnya bergegas ke lokasi.
Panca Takaryati Sidin, menceritakan bahwa Tino Sidin bukan merupakan sosok ayah yang gemar bercerita pengalamannya dengan serius kepada anak-anaknya.
Titik mengaku baru mengetahui bahwa ayahnya terlibat dalam peristiwa besar tersebut setelah ia membaca beberapa artikel.