Polisi Juga Bertugas Jadi Pendengar Curhat yang Setia Lho!
Dirinya tak menampik salah satu faktor perceraian terjadi akibat KDRT dan kasus perzinahan yang biasanya dilatarbelakangi perselingkuhan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- MENDENGARKAN curahan hati dari korban tindak kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak menjadi makanan sehari‑hari jajaran unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Balikpapan.
Apalagi kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menjadi salah satu faktor terbesar penyumbang angka perceraian.
"Namanya konseling atau mediasi ya pelapor selalu begitu (curhat). Jadi sudah biasa menjadi pendengar sejati," kata Kasat Reskrim Polres Balikpapan AKP Kalafaris T Lalo melalui Kanit PPA Polres IPTU Kusti Winarsi kepada Tribun.
Polisi Wanita dengan pangkat dua balok di pundaknya tersebut mengatakan tupoksi unit yang ia pimpin, kemampuan menjadi konselor dan mediator yang baik wajib dimiliki setiap anggotanya.
"Semua yang awalnya datang ke saya tidak ada yang tertawa, semua menangis. Yah, harus telaten mendengar. Nggak bisa dipatok berapa lama sekali nangani satu orang, wong ada yang sampai seharian baru selesai. Pokoknya sampai ada titik terang dan ketemu hasilnya," bebernya.
Dirinya tak menampik salah satu faktor perceraian terjadi akibat KDRT dan kasus perzinahan yang biasanya dilatarbelakangi perselingkuhan.
Data perkara yang ditangani unit PPA Polres Balikpapan pada 2015, kasus KDRT menempati peringkat teratas dengan jumlah 31 perkara, sementara kasus perzinahan sejumlah 14 perkara. Pada data 2016 hingga Agustus 2016 kasus KDRT sebanyak 13 perkara disusul kasus perzinahan sebanyak 5 kasus.
"Sebenarnya kami tidak bisa memastikan dia (pelapor) bercerai atau tidak karena itu bukan ranah kami. Yang jelas kalau mediasi kami berhasil besar kemungkinan rujuk, kalau tidak ya biasa lanjut ke Pengadilan," tuturnya.
Menurutnya, faktor utama penyebab KDRT yakni masalah ekonomi disusul perselingkuhan. "Gara‑gara SMS‑an, Facebookan, teleponan ada yang begitu. Perselingkuhan tak bisa dikatakan masuk pada perkara perzinahan kalau tak bisa dibuktikan. Misalnya istri yang mencium bau perselingkuhan suaminya, belum terbukti benar KDRT sudah terjadi duluan gara‑gara itu," paparnya.
Ditegaskan perkara rujuk atau tidak, bukan ranah PPA. Ada mediasi yang berhasil dilakukan, lalu pelapor mencabut laporan, namun tetap melanjutkan perceraian ke pengadilan. "Biasanya ada kesepakatan dari hasil mediasi. Misalnya sepakat damai, tapi persoalan cerai atau tidak mana kita tahu," ucapnya.
Adanya anggapan, membuat laporan ke PPA bagi pasangan yang ingin bercerai akibat menerima KDRT dapat mempermudah urusan perceraian di Pengadilan Agama, tak sepenuhnya dibenarkan Kusti.
"Biasanya kalau alasan bercerai akibat KDRT pihak pengadilan minta surat dan tanggal laporan yang bersangkutan. Yang minta pengadilan bukan kita. Apa menyusahkan atau memudahkan. Mereka barangkali hanya memastikan ada atau tidak perbuatan KDRT," jelasnya. (m20)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.