Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dimas Kanjeng Bayar Pensiunan dan Pecatan TNI Rp 320 Juta untuk Bunuh Pengikutnya

Perencana dan pelaksana pembunuhan korban Abdul Gani, ternyata melibatkan pecatan dan pensiunan TNI berpangkat perwira menengah (Pamen).

Editor: Sugiyarto
zoom-in Dimas Kanjeng Bayar Pensiunan dan Pecatan TNI Rp 320 Juta untuk Bunuh Pengikutnya
surya/anas miftakhudin
TERSANGKA PEMBUNUHAN - Petugas menunjukkan tersangka dan barang bukti pembunuh Abdul Gani, seorang pengikut Padepokan Dimas Kanjeng dalam rilis kasus di Mapolda Jatim, Kamis (29/9/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA -  Perencana dan pelaksana pembunuhan korban Abdul Gani, ternyata melibatkan pecatan dan pensiunan TNI berpangkat perwira menengah (Pamen).

Ada oknum TNI berpangkat bintara terlibat pembuangan mayat korban di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, Jateng.

Terungkapnya keterlibatan mereka itu setelah penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim menggelar rilis sebelum pelimpahan tahap 2 terhadap empat tersangka ke Kejati Jatim, Kamis (29/9/2016).

Mereka adalah Wahyu Wijaya (50), asal Surabaya; Wahyudi (60), asal Salatiga; Ahmad Suryono (54) asal Jombang, dan Kurniadi ( 50) asal Lombok.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol RP Argo Yuwono didampingi Kasubdit Jatanras AKBP Taufik Herdiansyah menerangkan, korban Abdul Gani adalah Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo.

Untuk menghabisi Abdul Gani warga Jalan Patimura RT 01/RW 06 Desa Semampir, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo ini digelar rapat selama 2 hari pada 11 April dan 12 April 2016.

Pada 11 April, tersangka Wahyu Wijaya dipanggil tersangka Wahyudi untuk menemui di lapangan parkir padepokan bersama Muryad (buron).

Berita Rekomendasi

Setelah bertemu, Wahyudi yang pensiunan TNI berpangkat pamen menyampaikan perintah dari Dimas Kanjeng Taat Pribadi untuk menghabisi korban Abdul Gani.

"Alasannya, Abdul Gani selaku ketua yayasan padepokan banyak menyelewengkan uang. Korban juga dianggap tidak sejalan dengan program padepokan dan dianggap menghambat pencairan uang usaha padepokan," tutur AKBP Taufik Herdiansyah, Kamis (29/9/2016).

Dari pembicaraan tersebut akhirnya mereka sepakat untuk menghabisi korban.

Pelaksana eksekusi ditunjuk Wahyu Wijaya yang dipecat dari kesatuannya saat itu berpangkat pamen.
Wahyu Wijaya saat itu menanyakan kepada Wahyudi siapa saja yang dilibatkan.

"Wahyu Wijaya akhirnya disuruh menunggu dan mengatur rencana di padepokan," terangnya.

Rapat berikutnya digelar 12 April sekitar pukul 19.00 WIB. Tersangka Wahyu menunggu orang-orang yang diberi tugas mengeksekusi korban.

Tak lama kemudian datang Kurniadi dan Boiran (kini buron). Lantas

Wahyu membagi tugas, peran Kurniadi adalah memukul korban dari belakang dan Boiran perannya menjerat leher Abdul Gani.

Tersangka Wahyu bagian melakban leher sampai mulut korban.

"Ini dilakukan setelah ada informasi dari tersangka Wahyudi jika esok hari atau tanggal 13 April korban datang ke padepokan untuk pinjam uang," jelas AKBP Taufik.

Bertepatan tanggal 13 April, tim yang disiapkan sudah siaga sejak pagi.

Sekitar pukul 08.00 WIB korban Abdul Gani datang ke padepokan dan ditemui tersangka Wahyu Wijaya.
Di situ terlibat pembicaraan sekitar 5 menit di ruang tamu tim pelindung.

"Dalam pembicaraan itu disampaikan, uangnya Rp 130 juta ada di kamar," katanya.

Tersangka Wahyu lantas mengajak ke ruang tim pelindung yang sudah disiapkan alat untuk membunuh korban.

Alat tersebut berupa besi, batu, lakban, tali ditaruh di atas lemari.

Begitu uang Rp 130 juta diserahkan Wahyu ke tangan Abdul Gani, Kusnadi langsung memukul tengkuk korban dengan pipa besi hingga tersungkur.

Dalam kondisi tersungkur, Kurniadi menindih tubuh korban. Bersamaan dengan itu tersangka Boiran menjerat leher korban.

Caranya memasukkan kolong tali parasit kemudian menarik ke atas dari arah depan sampai korban tidak bergerak.

Tidak itu saja, Boiran juga memasukkan tas kresek warna biru ke kepala korban diteruskan tersangka Wahyu melakban dari leher sapai hidung korban.

"Korban ditelanjangi kemudian dimasukkan ke boks plastik ukuran 90 cm x 70 cm," papar Taufik.

Setelah itu, mayat korban yang sudah dimasukkan dalam kotak dipindahkan ke mobil yang sudah disiapkan oleh tersangka Wahyudi.

Selanjutnya mobil Toyota Avanza hitam siap berangkat ke Wonogiri dikemudikan Rahmad Dewaji, oknum TNI dibantu Kurniadi dan Boiran sekitar pukul 10.00 WIB.

Dalam perjalanan pembuangan mayat, kelompok ini juga diikuti Wahyudi dan Muryat tapi menggunakan mobil lain.

Sesampai di Waduk Gajah Mungkur, sekitar puķul 21.00 WIB mayat korban dalam keadaan telanjang itu diambil dari kotak plastik lalu dibuang dari atas jembatan Waduk Gajah Mungkur.

Setelah membuang mayat korban, rombongan kembali ke Probolinggo.

Sementara Ahmad Suryono dan Erik Yuliga membuang mobil Toyota Avanza putih N 1216 NQ ke Solo.

"Tersangka Wahyu dan Anis Purwanto (buron) membersihkan tempat dan bercak darah. Pakaian korban dibakar oleh Anis Purwanto dan ponsel korban dibuang ke sungai Kraksaan oleh Wahyu," tandas AKBP Taufik Herdiansyah.

Menurut AKBP Taufik, sehari setelah mayat korban dibuang ke waduk, tiba-tiba muncul ke permukaan dan ditemukan warga sekitar.

Penemuan mayat yang semula tak beridentitas ditangani kepolisian setempat.

Tak lama berselang, di wilayah Solo ditemukan mobil Toyota Avanza putih N 1216 NQ. Setelah mobil dilacak ternyata milik Abdul Gani.

Dari penemuan mobil dan MR X dikoordinasikan dengan Polda Jatim. Pihak keluarga yang dihubungi membenarkan bahwa mayat dan mobil adalah Abdul Gani.

"Dari situ akhirnya terbongkar jika pelakunya 9 orang yang diotaki Dimas Kanjeng Taat Pribadi," ujarnya.

Pascamengeksekusi Abdul Gani, Wahyu Wijaya Cs mendapat upah dari Dimas Kanjeng Taat Pribadi senilai Rp 320 juta.

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas