''Petugas Rumah Sakit Melarang Saya Pulang Sebelum Membayar Biaya Persalinan''
Untuk meninggalkan rumah sakit, Ani dimintai uang Rp 15 juta sebagai administrasi persalinan putri keduanya tersebut.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribun Timur, Ansar Lempe
TRIBUNNEWS.COM, MAROS - Seorang warga Dusun Bulukatoang, Desa Bontobulu Kecamatan Tanralili Nur Ani (26) terpaksa harus tinggal di ruang Cempaka perawatan ibu dan anak kebidanan RSUD Salewangang Maros, Sulawesi Selatan, sepekan terakhir.
Ani yang merupakan keluarga kurang mampu ini, dilarang meninggalkan rumah sakit untuk pulang ke rumahnya bersama balitanya Nur Fadillah yang baru berumur sepekan.
"Saya tidak bisa pulang bersama anak saya setelah melahirkan. Petugas rumah sakit melarang saya untuk pulang sebelum membayar biaya persalinan," kata Ani saat ditemui di ruang kebidanan RS Salewangang, Minggu (2/9/2016).
Untuk meninggalkan rumah sakit, Ani dimintai uang Rp 15 juta sebagai administrasi persalinan putri keduanya tersebut.
Ani menjelaskan, saat masuk ke rumah sakit sejak Jumat 23 September, dia berencana menggunakan kartu BPJS. Namun kartu tersebut hilang bersama Kartu keluarga dan KTP.
"Saat itu keluarga saya menguruskan KTP, KK dan BPJS. Tapi saya diberikan surat rekomendasi dari dinas sosial. Saat saya seter, administrasi tidak mau menerimanya dan meminta untuk lewat umum," ujarnya.
Padahal, saat itu persyaratan tersebut disetornya dua hari setelah melahirkan pada Sabtu 24 September lalu. Namun tidak diberikan kesempatan untuk menggunakan fasilitas kesehatan gratis dari pemerintah tersebut.
Setelah melahirkan, Ani dan Nur Fadillah dirawat di kamar perawatan yang berbeda yang berada di lantai dua. Ani dirawat di kamar 13 dan putrinya di kamar delapan.
"Saya tidak bisa sekamar dengan anak saya. Mungkin dokter takut, saya melarikan diri. Anak saya diawasi ketat. Katanya dia (Nur Fadillah) lagi demam," katanya.
Beberapa kali, pasangan Ani dan Rudi (22) ini disuruh untuk segera membayar administrasi dan pulang ke rumahnya. Namun ia belum memiliki uang.
Suaminya, Rudi yang berprofesi sebagai sopir truk di Pangkep, sementara mencari pinjaman untuk menebus tagihan dokter.
"Tanggal 27 bulan lalu saya disuruh keluar. Tapi dimana mau ambil uang. Suami saya sementara cari uang. Mudah- mudahan ada didapat," ujarnya.
Sebagai sopir, Rudi juga tidak memiliki penghasilan tetap. Dalam sepekan, kadang dia menyetor keistrinya sebesar Rp 200 ribu. Namun biasa juga tidak berpenghasilan.
Pengasilan tersebut hanya digunakan untuk membiayai kebutuhan sehari- harinya. Sampai saat ini, belum ada tabunganya.
Ani berharap, pihak pemerintah atau dermawan lainnya ingin membantunya untuk melunasi adminiatrasi tersebut.
Pasalnya, dia kebingungan untuk mendapatkan uang sebanyak tagihanya. Sementara, keluarganya hanya mengandalkan upah sopirnya saja.
"Saya meminta pemerintah atau orang dermawan yang mau membatu kami. Saya tidak tahu, mau ambil uang dimana lagi," ujarnya.
Direktur RSUD Salewangang Maros Siti Maryam mengatakan berdasarkan aturan, pasien yang dirawat hanya diberikan waktu untuk mengurus berkas yang dibutuhkan seperti BPJS, KK dan KTP selama 3x24 jam.
"Tapi pasien ini tidak bisa memenuhi persyaratan tersebut selama waktu yang ditentukan. Tidak ada juga pihak terkait yang mau bertangggungjawab. Makanya kami juga kesulitan," ujarnya.
Meski begitu, pihaknya memberikan keringanan kepada pasien jika ada yang mau bertanggungjawab.