Rumah Cinta Bandung, Tempat Singgah Para Pejuang Kanker
Bersama istrinya Abah Lutung menampung anak-anak yang divonis menderita penyakit yang disebabkan pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh tidak normal.
Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Suasana ceria begitu terasa di sebuah rumah di Jalan Bijaksana Dalam nomor 11 RT 5/10 Kelurahan Pasteur, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, Minggu (16/10/2016).
Sebanyak 12 bocah terlihat saling bercengkrama satu sama lain di dalam rumah yang berada di pinggir jalan selebar satu mobil itu.
Ada yang berlari-lari di dalam ruangan, ada yang menggambar buku di atas kursi roda, dan ada yang saling berbagi pengalaman. Tetapi ke-12 anak itu tidak lah saling bersaudara.
Anak-anak yang usianya 5 tahun sampai 15 tahun itu merupakan anak-anak yang sedang berjuang melawan penyakit kanker.
Mereka berasal dari sejumlah kota/kabupaen di Jabar. Di antaranya, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Karawang, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Purwakarta.
Ya, mereka tinggal bersama di dalam rumah itu selama beberapa bulan terakhir. Rumah itu memang merupakan tempat singgah gratis bagi anak-anak penderita kanker yang tengah mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).
Tempat itu dikenal warga sebagai Rumah Cinta Anak Kanker.
Supendi Wijaya (44) atau yang akrab disapa Abah Lutung yang mendirikan rumah singgah khusus anak-anak yang berjuang melawan kanker pada 2012 itu.
Bersama istrinya, Dewi Nurjanah (42), Abah Lutung menampung anak-anak yang divonis menderita penyakit yang disebabkan pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh tidak normal dan berubah menjadi sel kanker.
"Sudah 1.429 anak-anak pejuang singgah di rumah ini. Di tahun ini ada 172 anak-anak yang singgah di rumah ini untuk menjalani pengobatan di RSHS," kata Abah Lutung kepada Tribun Jabar (Tribunnews.com Network) di Rumah Cinta Anak Kanker, Minggu (16/10/2016).
Bukan tanpa sebab Abah Lutung mendirikan rumah singgah tersebut. Abah Lutung sempat menjadi orang tua yang memperjuangkan hidup anaknya yang divonis kanker mata pada 2010.
Namun Abah Lutung dan istrinya harus merelakan kepergian anak keduanya tersebut pada 2012.
"Waktu kami berjuang untuk anak, saya di rumah sakit melihat orang tua yang sama-sama berjuang tidur di lorong dan teras. Katanya sakit, kalau begitu kan nanti tambah sakit," kata Abah Lutung.
Abah Lutung pun menanyakan kepada mereka alasan tidur di lorong dan teras rumah sakit. Mereka beralasan menunggu ruangan kosong. Lantas Abah Lutung menanyakan kenapa mereka tak menyewa rumah.
"Mereka menjawab tidak ada biaya untuk sewa, keluarga juga tidak punya. Terakhir, Abah melihat ada orang tua yang menjual bajunya ke tukang loak. Setelah dapat uang Rp 15 ribu, mereka beli makan. Berawal dari situ Abah selalu terngiang," kata Abah Lutung.
Abah memang merasakan betul perjuangan untuk pengobatan kanker itu tak mudah, menyita banyak waktu, tenaga, emosi, dan biaya. Lantas Abah Lutung mengajak orang tua pasien yang kesulitan tersebut menyewa rumah di kawasan Cibarengkok.
"Setahun saya tinggal bersama orang tua yang sedang berjuang di rumah kontrakan itu. Rumah itu tadinya cuma bisa dihuni satu kepala keluarga, tapi disulap bisa menjadi lima keluarga," kata Abah Lutung.
Terkait dengan biaya sewa dan konsumsi, Abah Lutung mengaku mendapatkan donasi dari rekan-rekannya. Ia kerap mengajak rekan-rekan kerjanya berbuat kebaikan. Sebab ia yakin jika setiap kebaikan yang diberikan akan dibalas kebaikan yang lebih dari Tuhan.
"Alhamdulillah sampai sekarang gerakan ini masih terus berlangsung. Dan mulai banyak orang tua yang datang ke Rumah Cinta dari mulut ke mulut. Orang tua yang anaknya sempat dirawat, pasti memberitahukan teman di daerahnya jika ada rumah singgah ini," kata Abah Lutung seraya menyebutkan dia tak sepeser pun menarik biaya kepada pasien kanker yang dirawat di RSHS. (cis)