3 PNS Bitung Tertangkap Buatkan KTP untuk 11 Warga Negara Filipina
Tiga PNS Kota Bitung, Sulawesi Utara, ditangkap polisi karena menarik pungutan liar dan memalsukan dokumen 11 warga negara Filipina.
Penulis: Fine Wolajan
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Manado Finneke Wolajan
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Tiga PNS Kota Bitung, Sulawesi Utara, ditangkap polisi karena menarik pungutan liar dan memalsukan dokumen 11 warga negara Filipina.
Tersangka di antaranya Sekretaris Kecamatan Aertembaga, KA; Sekretaris Kelurahan Aertembaga, DA; dan Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Aertembaga, AS.
Mereka terjerat karena pembuatan surat keterangan domisili palsu untuk 11 warga negara Filipina di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bitung.
Sekretaris Lurah Aertembaga, DA, mengaku membuatkan surat keterangan domisili. Sedangkan Kasi Pemerintahan Kelurahan Aertembaga, AS, menandatangani surat keterangan domisili. Adapun Sekretaris kecamatan Aertembaga, KA, mengesahkan keterangan domisili tanpa proses verifikasi lebih dulu.
KA mengaku mengesahkan surat keterangan domisili warga Filipina tersebut berdasar surat pindah dari Konjen Filipina. Isinya menerangkan 11 WNA tersebut telah pindah ke Bitung.
"Sesuai Kepres 25 tahun 2008, persyaratannya hanya surat keterangan domisili. Yang berwenang menerbitkan KTP ada di Disdukcapil karena mereka lebih kompeten. Kalau berkas tak lengkap bisa dikembalikan," ujar KA di Subdit Jatanras Polda Sulut, Kota Manado, Senin (31/10/2016).
"Surat ini dibuat dalam rangka pendataan saja. Sebab ada kejadian warga meninggal dan dikuburkan tanpa identitas," ia menambahkan.
Sementara AS mengaku bertugas mengetik surat, berdasarkan perintah dari DA.
DA mengamini pendapat KA. Ia membuat surat domisili berdasarkan surat pindah dari Konjen Filipina. Saat itu Lurah Aertembaga sedang cuti. Ketiganya mengaku tak menerima uang sepeser pun.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulut, Kombes Pitra Ratulangi, saat dimintai keterangan mengatakan pihaknya masih mengembangkan kasus ini dan tak menutup kemungkinan ada tersangka lain.
"Kemungkinan juga kasus serupa ada di daerah lain. Kami masih menunggu hasil pengembangan. Kalau ada tersangka lain, kita segera lakukan penahanan," ungkap Pitra.
Menurut dia kasus ini sangat merugikan negara. Sebab warga negara asing itu dengan mudah mendapat KTP Indonesia. Padahal seharusnya harus melalui proses panjang.
"Mereka begitu mudahnya langsung bisa jadi WNI. Itu tidak boleh, karena proses administrasinya panjang. Modus ini sangat merugikan," ia menegaskan.
Total sudah ada lima tersangka dalam kasus ini. Kedua tersangka sebelumnya di antaranya DL, pemilik kapal yang berperan sebagai pembuat KPT Indonesia untuk 11 WNA Filipina dengan bayaran Rp 2.5 juta per KTP.
Selanjutnya NS, PNS Disdukcapil Kota Bitung yang membuat KTP milik 11 WNA Filipina, dan mendapat bayaran Rp 500 ribu per KTP dari tersangka DL.
Para tersangka akan dikenakan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 perubahan atas Undang-Undang 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan dan juga pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Penangkapan kedua tersangka ini terkait laporan polisi dari Satgas 115 yang terdiri dari personel gabungan Polri, Kejaksaan, DKP bentukan Menteri Susi yang bertugas sebagai gugus tugas pemberantasan illegal fishing di perairan Indonesia.
Sebelumnya, 11 ABK Filipina ditangkap pada Jumat 23 September 2016 oleh Patroli Hiu Macam Tut Satgas 115 yang operasi di perairan WPP-RI 716 ZEEI laut Sulawesi Utara. Mereka naik kapal KM D'VON.