Habis Dioperasi, Intan Olivia Tak Bersuara Hingga Subuh Lalu Meninggal
Baru satu menit Anggiat Banjarnahor melepaskan Intan Olivia, tak lama ledakan bom molotov menyambar tubuhnya.
Editor: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Rumah kayu di RT 27 No 70, Gang Jati 3, Harapan Baru, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur, Senin (14/11/2016), mendadak ramai.
Sejumlah pejabat, kerabat orangtua Intan Olivia, dan masyarakat sekitar, terus berdatangan melayat jenazah Intan yang meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie.
Kepergian Intan bocah dua tahun korban ledakan bom molotov di halaman Gereja Oikumene, Samarinda, menyisakan duka mendalam.
Balutan Julianto Banjarnahor (29) menuturkan, setiap hari keponakannya itu main dengan tetangga. Di rumah, Intan selalu ceria dan jarang rewel.
"Kami tidak menyangka kejadian ini menimpa keluarga kami. Tidak ada tanda-tanda dan firasat dari keluarga. Dua minggu lalu Intan bersama kedua orangtuanya baru saja datang dari Medan," ujar Julianto.
Ia ke tanah leluhurnya menghadiri pemakaman nenek dan bibinya yang belum lama meninggal di Medan. Intan dan orangtuanya tiba di Samarinda pada 5 November.
Anggiat Banjarnahor (33) dan Diana Susanti Br Sinaga (32) tak kuasa menahan tangis melihat jenazah anaknya, Intan Olivia Banjarnahor (2), di balik peti kayu. Kerabat berdatangan ke rumah keduanya di RT 27 No. 70, Gang Jati 3, Harapan Baru, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur, Senin (14/11/2016). TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO
"Kalau firasat terbawa dari kampung juga tidak ada, saat ini kami sedang menunggu kedatangan bapak saya (kakek Intan), paman, dan nenek Intan dari Ibundanya," kata dia lirih.
Dengan kejadian ini keluarga yang ditinggalkan terpukul. Meski begitu keluarga akan tetap ke gereja. "Sebab itu rumah Tuhan. Dengan kejadian ini, keluarga kami sangat terpukul," ia berucap.
Rencana anak tunggal pasangan Anggiat Banjarnahor (33), dan Diana Susanti Br Sinaga (32) itu akan dimakamkan di Phutak, Loa Duri.
Pantauan Tribun Kaltim, Anggiat dan Diana tak kuasa menahan tangis, lemas tak berdaya. Keduanya bersandar pada peti jenazah putrinya, Intan.
Menurut Julianto, hampir setiap minggu Intan selalu ikut orang tuanya ke gereja, ia pun tidak mau ditinggal di rumah.
"Pas kejadian saya memang tidak sana, namun dari kata abang saya (bapaknya Intan) saat itu baru melepas Intan satu menit, setelah itu ledakan bom terjadi. Saat dilihat baju Intan sudah penuh dengan api, hingga ke rambutnya," cerita Julianto.
Pria yang tinggal di Sambutan ini menyebutkan, dari cerita Anggiat, saat kejadian baju Intan sudah tidak bisa dilepas, sudah menempel di kulit.
Setelah dibawa ke RSUD Inche Abdoel Moeis, Samarinda Seberang, Intan masih menangis dan berteriak kesakitan.
"Setelah itu dirujuk ke RSU AW Sjahranie sekitar pukul 18.00 Wita, Intan dioperasi, habis dioperasi Intan tak bersuara hingga Subuh dokter menyatakan Intan sudah tak ada," katanya.
Selama di rumah sakit, Diana tidak mampu melihat kondisi tubuh anaknya. Dikabarkan Diana sedang mengandung empat bulan. (TRIBUN KALTIM)