Potret Seksual Suami yang Ditinggal Istri Kerja di Negeri Orang
Muncul pertanyaan, ke manakah para suami menyalurkan berahinya selama sang istri melancong ke negeri orang untuk bekerja sebagai buruh migran?
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - "Ya jane due rasa melas, tapi ya kepriwe maning lha wong kebutuhan kaya kuwe lho. Aku ya terus terang kaya kuwe. Ya wong barang adoh-adoh kan pada ora ngertilah."
"Pastilah punya rasa kasihan. Tapi, ya bagaimana lagi namanya juga punya kebutuhan kayak begitu. Terus terang aku kayak begitu. Namanya juga berjauhan tapi kok enggak mengerti."
Sepenggal pengakuan Darsin menceritakan bagaimana ia menyalurkan berahinya ketika sang istri melancong ke luar negeri sebagai buruh migran.
Pengakuan warga Kalibagor, Banyumas, Purwokerto, itu tercatat dalam buku "Suami Buruh Migran, Antara Hasrat Seksual dan HIV/AIDS," karya Hendri Restuadhi.
Dosen Universitas Jenderal Soedirman ini menilai ketakadilan dan penindasan terhadap terhadap buruh migran Indonesia, khususnya perempuan, menjadi sorotan banyak orang.
Pengajar ilmu sosiologi Universitas Soedirman, Hendri Restuadhi, membedah buku karyanya, "Suami Buruh Migran, Antara Hasrat Seksual dan HIV/AIDS," di aula FISIP Unsoed, Purwokerto, Jawa Tengah, Rabu (23/11/2016). TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKKI
Tak kalah pentingnya, muncul masalah yang kurang diperhatikan: dinamika kehidupan keluarga buruh migran di kampung yang nyaris tak tersentuh - mereka rentan terhadap problem sosial.
"Bagaimana kondisi anak yang berpisah dari ibunya? Bagaimana suami bisa memosisikan ayah sekaligus ibu bagi anaknya? Serta bagaimana kehidupan seksual suami ketika ditinggal istrinya," ungkap Hendri.
Pengalaman sejumlah suami yang ditinggal istrinya menjadi buruh migran di luar negeri Hendri beberkan dalam bedah buku karyanya di aula FISIP Unsoed Purwokerto, Rabu (23/11/2016).
Hendri mengatakan, ada beberapa kemungkinan yang dilakukan para suami. Ada yang mampu mengendalikan hasrat seksual dengan menyibukkan diri berkerja.
Tapi, Hendri melanjutkan, tak jarang suami yang melampiaskan hasrat seksnya ke selingkuhan atau pekerja seks komersial.
Sebagian dari sekitar 32 suami buruh migran perempuan di Banyumas yang Hendri wawancarai, memilih menyalurkan berahinya ke wanita lain.
"Mereka punya nomor beberapa wanita panggilan. Kalau sedang butuh wanita itu dipanggil ke rumah. Ada juga yang datang langsung ke lokalisasi," cerita Hendri.
Perilaku seksual suami yang demikian rentan terkena HIV/AIDS. Sayangnya, latar belakang pendidikan yang rendah membuat mereka kurang berpengetahuan, termasuk cara menghindari risiko terserang penyakit kelamin, bahkan lebih bahaya dari itu.
DIkatakan Hendri, Banyumas menempati urutan ketiga sebagai daerah dengan kasus HIV/AIDS terbanyak di Jawa Tengah. Sebagian besar penderitanya laki-laki yang sudah menikah.
"Kami menemukan banyak dari mereka yang melakukan hubungan seksual dengan wanita lain tidak memakai pengaman. Mereka juga kurang mengetahui harus ke mana memeriksakan diri," beber Hendri.