Isi Maklumat Kapolda Jabar terkait Unjuk Rasa 25 November dan 2 Desember
Kapolda Jabar, Irjen Pol Bambang Waskito mengeluarkan maklumat tentang menyampaikan pendapat di muka umum atau unjuk rasa.
Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Kapolda Jabar, Irjen Pol Bambang Waskito mengeluarkan maklumat tentang menyampaikan pendapat di muka umum atau unjuk rasa.
Maklumat yang ditandatangani Bambang, Rabu (23/11/2016) itu terdapat delapan hal untuk menyikapi rencana aksi unjuk rasa pada 25 November 2016 dan 2 Desember 2016.
"Untuk terpeliharanya situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif dan demi terciptanya rasa aman di masyarakat serta melindungi hak asasi manusia perlu mengeluarkan maklumat kepada penanggungjawab dan peserta penyampaian pendapat di muka umum," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Yusri Yunus, kepada wartawan melalui pesan singkat, Rabu (23/11/2016).
Yusri mengatakan, peserta unjuk rasa harus mematuhi pembatasan waktu yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 9 tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum.
Untuk pelaksanaannya pun, harus diberitahukan kepada polisi secara tertulis tiga hari sebelum kegiatan
berlangsung.
"Tidak mengirimkan massanya dalam jumlah besar dalam aksi unjuk rasa yang dimaksud. Untuk penyelesaian hukum, berikan kepercayaan kepada Polri, yakinlah Polri dapat menyelesaikan perkara secara profesional, normatif, transparan, dan berkeadilan," ujar Yusri.
Dikatakan Yusri, peserta aksi unjuk rasa dilarang membawa alat peralatan yang dapat berpotensi menimbulkan perbuatan pidana seperti senjata api, amunisi, bahan peledak, alat pukul, benda tajam, dan lainnya.
Peserta yang kedapatan membawa benda tersebut dapat dikenakan sanksi hukuman penjara 10 tahun sampai hukuman mati.
"Sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 1 dan pasal 2 ayat 1 UU darurat nomor 12 tahun 1951," kata Yusri.
Yusri menambahkan, peserta unjuk rasa juga dilarang menghasut atau memprovokasi dengan lisan atau tulisan.
Menurutnya, penghasut dan provokator bisa dikenakan sanksi hukuman penjara selama enam tahun sesuai pasal 160 KUHPidana.
Selain itu, peserta unjuk rasa jangan sampai menyebarkan atau meneruskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik sehingga menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu.
"Sansksinya enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar sesuai pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 1 UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," kata Yusri.
Yusri pun meminta peserta aksi unjuk rasa tidak menghalang-halangi petugas Polri yang sedang menjalankan tugasnya di lapangan.
Apalagi sampai melawan perintah petugas yang meminta kerumunan massa bubar.
Menurutnya, peserta unjuk rasa yang melakukannya akan dikenakan hukuman penjara empat bulan dua minggu sesuai pasal 216 ayat 1 KUHP dan pasal 218 KUP.
"Para pihak yang mendukung dan memberikan fasilitas, sarana prasarana, kepada pengunjuk rasa yang melakukan perbuatan pidana juga dikenakan sanksi karena turut serta sesuai pasal 55 dan pasal 56 KUHP," Yusri.
Terakhir, kata Yusri, peserta unjuk rasa dilarang melakukan kegiatan yang mengganggu fungsi jalan arteri dan khusus. Hal itu melanggar pasal 12 ayat 1 UU nomor 38 tahun 2004.
"Ancamannya penjara 18 bulan dan denda Rp 1,5 miliar," kata Yusri. (cis)