Inilah Berbagai Upaya yang Dilakukan Para Pendaki untuk Menyelamatkan Bintara Usai Disambar Petir
Muhammad Ali Ridho salah satu temannya di rombongan mengatakan, sempat memberikan nafas buatan ke Bintara sebanyak dua kali.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, PASURUAN - Bintara Frediansyah (21) , mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Jurusan Pendidikan Keolahragaan semester 5 ternyata sempat mendapatkan pertolongan paska disambar petir saat perjalanan balik dari Puncak Gunung Arjuno, Selasa (13/12/2016) siang karena cuaca yang sangat tidak mendukung.
Muhammad Ali Ridho salah satu temannya di rombongan mengatakan, sempat memberikan nafas buatan ke Bintara sebanyak dua kali. Pertama, paska Bintara tersambar petir.
"Yang pertama itu, Bintara sempat membuka matanya, setelah itu kayak tersenyum sedikit. Tapi tidak lama, dia kembali pingsan," katanya saat ditemui Surya.
Dia mengatakan, saat matanya kembali menutup, ide untuk memberikan nafas buatan kedua kalinya muncul. Namun, nafas buatan yang kedua ini tak berfungsi.
Bintara tak membuka kembali matanya, atau bahkan tersenyum.
"Saya langsung panik, saya bingung apa yang saya harus saya lakukan. Berbagai macam pertolongan pertama sudah kami lakukan, tapi tak membuahkan hasil," paparnya.
Ali menjelaskan, sejak saat itu juga , tubuh rekan seperjuangannya kaku dan susah digerakkan.
Ia mengaku sangat khawatir, sehingga memutuskan untuk turun ke pos izin pendakian dan melapor kejadian itu agar mendapatkan bantuan pertolongan.
"Teman saya yang saya suruh jaga Bintara ini. Saya turun ke bawah cari bantuan bersama Nikko," tandasnya.
Sementara itu, salah satu anggota Komunitas Pendaki Surabaya Barat (Kopsurat) Totok Budi Santoso mengaku harus bertahan selama 12 jam lebih di atas puncak.
"Saya tidak bisa meninggalkan teman - teman sendirian di atas. Kami saudara, makanya saya dan teman saya ini jaga teman - teman yang terkena sambaran petir di atas. Sedangkan lainnya, mencari bantuan," katanya.
Dia mengatakan, bertahan di atas puncak dengan kondisi minim itu sangat berat. Ia tidak memiliki bekal makanan yang cukup.
Ia dan temannya juga tidak memiliki jas hujan atau sejenisnya sebagai pelindung dari hujan.
"Jadi saya ya pakai baju basah. Saya dan teman saya di atas itu bertahan melawan dingin, lapar, dan kegelisahan."
"Allhamdulillah, jam 4 pagi, sudah ada tim SAR yang datang mengirimkan logistik. Harapan hidup kembali muncul, sebelumnya hanya pasrah saja," paparnya.
Dia mengaku dalam kondisi itu, ia memakai baju double sebanyak lima. Menurutnya, jumlah itu belum sebanding dengan dinginnya malam dan pagi hari di Puncak Gunung Arjuno.
"Dingin banget di atas. Semisal, kami tidak bergerak mungkin bisa jadi kami meninggal. Jadi, sebelum kami kedinginan, kami memilih ikut mencari bantuan dan tidak berdiam diri," pungkasnya kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.