Tedhak Siti, Tradisi Jawa Sarat Makna
Dalam ritual itu, si bayi berusia 7 bulan atau jalan 8 bulan untuk pertama kali menginjak tanah.
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Bakti Buwono
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Mata Muhammad Krishna Pratama berkali-kali melihat tanah di upacara Tedhak Siti di RT 1/RW 10, kelurahan Wonosari, kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang.
Begitu kakinya menyentuh tanah, bayi berumur tujuh bulan itu langsung menjejak-jejak. "Wah, udah tambah gede sekarang," kata ibu Krishna, Umilatun, Sabtu (10/12/2016).
Upacara Tedak Siti atau Tedhak Siti atau Tedhak Siten merupakan ritual tradisi Jawa, yaitu saat bayi usia 7 bulan atau 7 lapan (menjelang 8 bulan) untuk pertama kalinya dikenalkan menginjak tanah.
Dalam tradisi, si bayi juga disuruh memilih menggunakan perasaannya atau acak pada objek pilihan yang disediakan.
Ada kalanya si bayi dikurung dalam kranji ayam atau kurungan ayam agar leluasa menentukan pilihan sesuai kemauannya.
Pilihan itu menjadi simbolisasi untuk menentukan pilihan atau kecenderungan profesi si bayi di masa depan. Dengan kata lain, sebagai tanda harapan agar anak bisa mandiri setelah dewasa nanti.
Dalam tradisi Tedhak Siti, si bayi dibimbing menaiki tangga yang terbuat dari tebu. Tebu bermakan "anteping kalbu" atau kemantapan hati dan tekat.
Tujuannya, supaya si bayi mantap melangkah sepenuh hati dalam menjalani kehidupan, setelah menentukan pilihan profesinya.
Selanjutnya, mengenalkan bayi pada tanah. Kaki bayi harus menginjak tanah, maknanya berdiri di kaki sendiri, mandiri dan teguh hati.
Kemudian, kaki bayi harus menginjak bubur merah putih yang ditutup daun pisang. Bisa dimaknai mencintai tanah pertiwi, merah putih, lambang kehidupan.
Setelah itu, bayi bernama Krishna ini memilih barang yang sudah ditata di depannya. Terdapat buku Iqro, uang, gelang dan tasbih.
"Wah milih tasbih, semoga jadi anak yang soleh," harap Sang Ibu.
Puncak kemeriahan acara Tedhak Siti adalah Udik-udik. Yaitu keluarga Krishna menebar uang receh atau logam pecahan Rp 500 dan Rp 1.000 yang diperebutkan para warga.
Itu sebagai simbol kelak si anak diharapkan mendapat rezeki yang melimpah barokah dan rajin sedekah.(*)