Hakim Surabaya Bebaskan Nenek Lanni Meski Terbukti Menipu dan Menggelapkan Uang
Terdakwa Lie Lanni Ellisanti, warga Jalan Lingga, Surabaya, akhirnya divonis bebas dari dakwaan penipuan dan penggelapan, Kamis (22/12/2016).
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Terdakwa Lie Lanni Ellisanti, warga Jalan Lingga, Surabaya, akhirnya divonis bebas dari dakwaan penipuan dan penggelapan, Kamis (22/12/2016).
Perempuan berusia 66 tahun itu dibebaskan dari tuntutan 1 tahun penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Damang Anubowo.
Dalam amar putusannya, ketua majelis hakim, Sigit Sutrino, menyatakan, terdakwa tidak terbukti menggelapkan dan menipu.
"Perbuatan terdakwa terbukti namun bukan perkara tindak pidana, melainkan perkara perdata (Ontslag Van Rechtsvervolging)," tandas hakim Sigit saat membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (22/12/2016).
Atas dasar itu, hakim Sigit menyatakan terdakwa layak dilepaskan dari segala tuntutan jaksa.
"Maka secepatnya terdakwa Lie Lanni Ellisanti harus dibebaskan sejak putusan ini selesai dibacakan," tegasnya.
Usai sidang, Hadi Mulyo Utoko, penasehat hukum terdakwa, mengaku bersyukur atas vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim.
"Majelis hakim bijaksana dalam menyidangkan kasus yang menjerat klien kami," ujar Hadi.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim sudah sesuai dengan pemikiran dirinya selama ini.
"Dari fakta yang terungkap di persidangan, kami mempunyai bukti-bukti kuat adanya perjanjian utang piutang, pembayaran bunga, dan penyerahan jaminan yang sudah melebihi nilai utang. Kami sangat menghormati putusan majelis hakim karena telah memenuhi rasa keadilan," jelasnya.
Apakah terdakwa akan melaporkan balik, Hadi belum bisa memastikan karena antara terdakwa dengan pelapor masih memiliki hubungan keluarga.
"Kami akan mempertimbangkan apa untung ruginya terlebih dulu," terangnya.
Perkawa ini berawal dari utang piutang antara Lanni dengan salah satu anggota keluarganya yaitu Sie Soebandono dan Charles Siantar sebesar Rp 10 miliar pada 2009 silam.
Pada Januari 2015, kedua korban menagih utang pada Lanni.
Oleh Lanni, kedua korban dijanjikan diberi tanah kavling yang beralamat di Citraland Blok GC 5/33 Surabaya.
Pada Februari 2015, Lanni menelepon kedua korban dan mengatakan dirinya tidak punya uang untuk biaya balik nama atas tanah itu.
Lantas minta uang sebesar Rp 985 juta pada korban sebagai biaya balik nama. Karena tak ingin berlarut-larut, akhirnya kedua korban mentransfer sejumlah uang yang diminta oleh Lanni, dengan jaminan dua BPKB truk.
Namun hingga batas waktu yang dijanjikan, tanah itu tidak juga ada realisasi balik nama. Atas perbuatannya, oleh jaksa, terdakwa dijerat pasal 378 dan 372 KUHP.