Jembatan Cisomang Berada di Zona Merah
Zona merah ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih aktif akibat curah hujan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, PURWAKARTA - Tim Tanggap Darurat Gerakan Tanah pada Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bandung menyebut retaknya Jembatan Cisomang di Kampung Wadon, Desa Sawit, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta karena kondisi wilayah Jembatan Cisomang termasuk zona merah gerakan tanah.
"Dari Badan Geologi jauh sebelumnya sudah menyatakan bahwa jembatan ini berada di zona kerentanan gerakan tanah tinggi. Artinya, saat hujan di atas normal, wilayah ini mudah bergerak," ujar Agus Budianto selaku Kasubdit Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Barat Badan Geologi Kementerian ESDM, saat meninjau Jembatan Cisomang, Sabtu (24/12).
Tim dari Badan Geologi kemarin sempat melihat sampel tanah, melihat fondasi yang retak hingga mengambil foto udara.
Agus Budianto menunjukkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah di Jalur Jalan Tol Cipularang. Kawasan Jembatan Cisomang dalam peta itu, masuk zona merah gerakan tanah.
Zona merah ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih aktif akibat curah hujan tinggi serta erosi kuat.
Kisaran kemiringan lereng di zona merah ini mulai terjal dari 15 persen hingga 30 persen sampai curam lebih besar dari 70 persen, tergantung pada sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah.
"Artinya, daerah ini memilki kemiringan tinggi dan karakter batuannya kedap air," ujar Agus.
Jembatan Cisomang yang berada di kawasan zona merah ini kata Agus, masuk ke dalam formasi Jatiluhur yang batuannya terdiri dari batuan lempung, napal, breksi gunung api, batu pasir andesit dan brek andesit. Karakteristik batuan mudah dijenuhkan air lalu sifatnya plastis kemudian ditutup oleh lapisan vulkanis.
Dalam bahasa sederhana, ia menyebuyt batuan ini jika terkena air akan mudah pecah atau gembur.
"Nah si pondasi jembatan ini bertumpu di atas batuan itu. Jadi faktor inilah yang menyebabkan wilayah ini sangat mudah bergerak dan tentunya hal seperti ini harus dipantau ke depannya," kata Agus.
Ia kembali menegaskan bahwa rusaknya jembatan sepanjang kurang lebih 252 meter ini merupakan konsekuensi dari kondisi geologisa.
"Jadi perlu rekayasa keteknikan tinggi untuk atasi masalah jembatan ini," ujarnya.
Wilayah Indonesia kata dia didominasi kawasan rawan bencana. Termasuk di kawasan jembatan. Namun, bukan berarti harus dihindari.
"Tapi yang penting bagaimana kita bisa meningkatkan kapasitas keteknikan kita supaya jalur yang dibangun ini mampu mengatasi kondisi rawan bencana," ujar dia.
Pondasi jembatan yang retak terdapat di pilar nomor 2 (P2). Kondisi itu menyebabkan pergeseran jembatan sepanjang 53 cm ke arah Bandung dan Jakarta. Pondasi pilar yang rusak itu berada di bibir Sungai Cisomang. Jarak bibir sungai dengan fondasi sekitar 10 meter.
"Seluruh gerakan tanah punya faktor tentan perjalanan air. Jadi aliran air disusup batuan. Nah itu sebenarnya yang tentunya harus di pahami untuk atasi bagaimana gerakan tanah itu sendiri," katanya.