Mengintip Penyajian Lontong Cap Go Meh di Pasar Gede Solo
Dipercaya, lontong Cap Go Meh mengandung perlambang keberuntungan, misalnya lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang encer.
Editor: Sapto Nugroho
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Cap Go Meh atau hari kelima belas dari bulan pertama di penanggalan Tionghoa dirayakan dengan berbagai jamuan.
Yang menjadi sajian khas adalah lontong Cap Go Meh.
Salah satu penjual lontong Cap Go Meh di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Hardjo Tjendono mengatakan, lontong Cap Go Meh disajikan dengan tiga sayur, yakni sayur pepaya muda dan tempe, sayur ati ampela, dan sayur rebung.
Kemudian ditambah dengan opor ayam dan telur.
Terakhir ditaburi kelapa muda yang telah disangrai dan bubuk kedelai.
Dalam sepiring lontong Cap Go Meh, rasa gurih manis sayur mendominasi dipadu dengan kelembutan suwiran daging ayam.
Dipercaya, lontong Cap Go Meh mengandung perlambang keberuntungan, misalnya lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang encer.
Hal ini karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang mengkaitkan bubur sebagai makanan orang miskin atau orang sakit.
Bentuk lontong yang panjang juga dianggap melambangkan panjang umur.
Kemudian telur, dalam kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan.
Sementara kuah santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan, melambangkan emas dan juga keberuntungan.
Simak liputannya dalam tayangan video di atas. (*)