Produsen Berita Hoax Raup Untung Rp 1 Miliar saat Momen Pilkada
Untuk perhelatan sekelas Pilkada tim khusus pembuat hoax ini bisa menerima bayaran hingga Rp 1 miliar.
Editor: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Maraknya berita hoax alias berita palsu tak hanya disebabkan masih mudahnya masyarakat mempercayai sesuatu yang sensasional.
Di balik itu terungkap suburnya penyebaran berita hoax karena ada industri. Untuk perhelatan sekelas Pilkada tim khusus pembuat hoax ini bisa menerima bayaran hingga Rp 1 miliar.
Selain memiliki nilai fantastis, yang tak kalah mengerikan bahwa Yogyakarta terindikasi sebagai satu dari beberapa kota besar di mana hoax diproduksi.
Banyaknya mahasiswa dengan berbagai kemampuan menjadi sumber daya berharga yang dicari oleh pelaku industri kebohongan ini.
Belakangan, lembaga yang diduga kuat bermain di industri hoax ini mulai berpindah ke Yogyakarta.
Berdasarkan penelusuran Tribun Jogja, praktik-praktik produksi hoax ini didominasi oleh lembaga atau institusi tertentu selain sebagian kecil yang dijalankan oleh perorangan.
Sumber Tribun Jogja menyebutkan, ada lembaga yang secara resmi beroperasi sebagai lembaga konsultan pencitraan merek. Namun, di belakang layar mereka juga beroperasi sebagai produsen hoax.
Pada umumnya, mereka memproduksi berita hoax untuk memoles pasangan calon dalam Pilkada dari berbagai daerah di Indonesia.
Sumber Tribun Jogja yang enggan disebutkan namanya mengatakan, ia bersama rekannya telah aktif dalam bisnis penguatan citra tokoh ini sejak 2012.
Pada awalnya, mereka bergerak untuk meluruskan citra dari tokoh yang dibelanya. Waktu itu mereka bergerak secara organik atau langsung ke lapangan. Namun ketika media sosial semakin marak, ia gencar beraksi di medsos.
"Sayangnya, pertempuran di media sosial sekarang semakin kelewatan. Tidak hanya meluruskan citra tokoh yang dibela, namun para buzzer ini juga menyerang tokoh lawan. Beritanya semakin aneh-aneh dan enggak masuk akal," kata si sumber.
Si sumber mengungkapkan, buzzer ada pada banyak di Pilkada. Mereka yang tahu aturan main biasanya fokus pada memoles citra tokoh yang mengorder mereka.
"Namun, ada pula yang fanatik. Mereka biasanya enggak peduli lagi dengan cara. Menyerang enggak keruan pada lawannya," si sumber menambahkan.
Bisnis hoax ini menurutnya tidak terlalu terkait dengan ideologi yang dianut tokoh. Para produsen ini murni mengerjakan order. Dalam perhelatan Pilkada misalnya, bisa dimahar Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar per tim pembuat hoax.
Untuk hoax-nya sendiri tidak melulu berupa berita namun juga bisa berupa meme.
"Memang ada pula yang bergerak karena kesamaan ideologi. Namun lebih banyaknya ya karena duit," kata dia.
Cara aman untuk memproduksi berita semacam ini menurutnya adalah menguatkan citra tokoh.
Menurutnya, akan sangat kontraproduktif apabila menyerang tokoh lawan. "Orang jenuh dengan berita sampah. Masyarakat juga semakin cerdas," tegas dia. TRIBUN JOGJA
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.