Takut Terkena OTT Pungli, Lurah di Jatim Hentikan Program Prona
Sedangkan jatah prona 2017 menjadi 412.000 bidang dan hingga sekarang baru tahap pemberkasan pra prona.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Gencarnya kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah perangkat desa dalam proyek operasi nasional agraria (Prona) oleh Saber Pungli di Jatim belakangan ini membuat para kepala desa resah.
Sejumlah kepala desa pun menjadi takut menjalankan program prona, dan sebagian lagi memilih menghentikan sementara proyek pemerintah pusat itu.
Padahal, kuota atau jatah program prona 2017 untuk Jatim naik empat kali lipat dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Kanwil BPN Jatim, jatah prona 2016 hanya 85.653 bidang, dan tercapai 99,87 persen.
Sedangkan jatah prona 2017 menjadi 412.000 bidang dan hingga sekarang baru tahap pemberkasan pra prona.
Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Pasuruan, misalnya, mengambil sikap menghentikan sementara program prona.
Semua kepala desa yang mendapat program prona sepakat untuk mengembalikan berkas ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Kami sepakat tidak melanjutkan dulu program prona. Para kepala desa menolak, karena khawatir terjerat masalah hukum dengan maraknya kasus OTT saber pungli terhadap perangkat desa,” kata Agus Supriono, Ketua AKD Kabupaten Pasuruan, Kamis (16/3/2017).
Kekhawatiran AKD ini setelah ada kasus OTT terhadap empat perangkat Desa Cukurgondang, Kecamatan Grati, Pasuruan, pada awal Maret 2017.
Keempat perangkat desa itu ditangkap Tim Saber Pungli, karena diduga menerima pungutan liar (pungli) dari warga dalam proses sebelum program prona.
“Kami ini abdi masyarakat, orang kepercayaan masyarakat di tingkat bawah. Tapi, ketika kami membuat keputusan di masyarakat malah dianggap maling. Kami seperti tidak dipercaya lagi,” ujar Kepala Desa Pleret, Kecamatan Kraton itu.
AKD tidak hanya menghentikan program prona, namun juga akan menghentikan semua program maupun pelayanan terhadap masyarakat.
Para kepala desa mengancam akan menyerahkan stempel desa ke Pemkab Pasuruan.
Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Blitar. Ketua Asosiasi Pemerintah Desa (APD) Kabupaten Blitar, Nur Hamim, mengatakan sekarang para kades di Kabupaten Blitar takut melanjutkan program prona dan memilih menunggu kejelasan aturan agar tidak terseret masalah hukum.