Biaya Kuliah Mahal, Dokter Spesialis Enggan Tugas di Luar Jawa
Padahal menurut Boedi, untuk menempuh pendidikan spesialis, dibutuhkan biaya yang lebih besar dibanding dengan dokter umum.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Minimnya jumlah dokter spesialis yang ada di luar Jawa, sedikit banyak juga disebabkan karena para dokter masih khawatir dengan jaminan kesejahteraan yang kurang layak.
Hal ini diutarakan oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Jatim, Poernomo Boedi, pada acara pertemuan Unair dengan Komisi IX DPR RI, Jumat (24/3/2017).
"Banyak kawan saya yang khawatir apabila mereka ditempatkan ke daerah terpencil di luar Jawa, kesejahteraan mereka tak terjamin," ujar Poernomo di hadapan peserta rapat yang berlokasi di Kampus C Unair tersebut.
Padahal menurut Boedi, untuk menempuh pendidikan spesialis, dibutuhkan biaya yang lebih besar dibanding dengan dokter umum.
"Ini yang terkadang mengganjal keinginan dokter spesialis untuk meninggalkan Jawa," lanjutnya.
Selain kesejahteraan, minimnya peralatan sekaligus fasilitas yang ada di RS di luar daerah, acapkali juga menjadi masalah lain bagi dokter spesialis. Sehingga, meskipun bergelar dokter spesialis, banyak yang akhirnya berperan menjadi dokter umum.
Bahkan, akibat minimnya jumlah dokter yang ada di daerah tersebut, banyak pula dokter spesialis yang akhirnya harus bertugas lebih dari jam kerja.
"Kalau spesialisnyanya cuma satu, dia harus standby selama 24 jam dong?" ujarnya.
Oleh karena itu, dengan banyaknya tugas tersebut, ia berharap adanya perhatian pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dokter sepsialis.
"Dalam proses pemerataan dokter, pemerintah juga harus memperhatikan kesejahteraan dokter, fasilitas, hingga akomodasi dokter selama di sana," pungkasnya.
Ketua komisi IX DPR RI, Dede Yusuf mengatakan bahwa pihaknya telah memastikan adanya intensif gaji kepada para dokter spesialis. "Masukan ini telah kami terima," ujarnya.
"Pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang akan diberikan sebagai intensif kepada dokter spesialis di daerah terpencil. Besarannya dari Rp 20 juta hingga Rp 30 juta tiap bulannya," lanjut mantan wakil Gubernur Jabar tersebut.
"Selain itu, terkait akomodasi hingga fasilitas RS di banyak daerah yang masih minim, kami akan membicarakan lagi dengan pemerintah terkait pengadaan fasilitas tersebut. Ini sangat penting. Sebab, ini demi kesehatan sekaligus nyawa rakyat," pungkas politisi partai Demokrat ini.