Mengenal Ploso, Kampung Sentra Pembuatan Bed Cover di Surabaya
Lebih dari 17 tahun Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, memiliki sentra pembuatan bed cover.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Surya, Sulvi Sofiana
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Lebih dari 17 tahun Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, memiliki sentra pembuatan bed cover.
Banyak orang tidak mengetahui keberadaan sentra bed cover yang tersebar di Jalan Cancer dan Jalan Libra, bahkan masyarakat Surabaya sendiri.
Padahal produk buatan mereka tidak kalah bagus dibandingkan dengan produk sejenis yang ada di pasaran. Apalagi harganya sangat ternjangkau dengan kualitas rapi dan mottif beragam.
Saat SURYA mengunjungi kampung ini, setidaknya ada enam rumah warga yang terlihat memiliki busa untuk pembuatan bed cover.
Proses penjahitan bed cover juga sedang dilakukan di rumah-rumah warga yang berubah menjadi tempat produksi tersebut. Salah satunya di rumah Supaida (40) di Jalan Libra.
Supaida mengaku menekuni penjahitan bed cover sejak tahun 2000. Ia dan temannya melamar pekerjaan sebagai penjahit di salah satu produsen bed cover di Lebak Indah, Surabaya.
“Dulu saya hanya bekerja sebagai penjahit konveksi, kemudian mencoba melamar untuk menjahit bed cover. Nah, setelah itu banyak pesanan jahitan bed cover yang bisa dibawa pulang,” jelas ibu dua anak ini.
Sejumlah warga di kedua jalan tersebut juga melakukan hal serupa. Pemerintah juga membantu mesin jahit dan pelatihan pada warga kampung tersebut untuk memperbaiki kualitasnya.
“Dibantu beberapa mesin jahit, sekarang saya mengajak 4 orang ibu rumah tangga membantu saya di sini,” jelasnya.
Supaida mengubah teras dan ruang kosong di rumahnya sebagai tempat menjahit. Menurut dia pabrik akan mengirimkan bahan kain dan busa yang sudah terpotong. Sehingga di rumah Supaida para penjahit tinggal menjahitnya hingga menjadi bed cover.
“Ada tiga orang yang membantu menjahit, yang satu membantu memasang jarum pada busa dan kain sebelum kami jahit,” ia menambahkan.
Sayangnya, selama hampir 17 tahun bekerja, pabrik hanya mengupahnya Rp 6.000 untuk setiap bed cover yang dijahit. Pesanan juga dilakukan secara borongan, bisa hanya 40 biji dalam seminggu, atau bahkan 100 biji per minggu.
“Saya yang menggaji ibu-ibu di sini, karena saya mengajak mereka saya selalu berusaha ada orderan. Kalau sepi ya saya telepon bos-bosnya minta garapan. Kalau garapan berlebih saya bagi sama penjahit lain,” terang dia.
Untuk menambah orderan, Supaida juga menerima pesanan penjahitan bed cover yang dilakukan toko online.
Sama halnya dengan orderan pabrik, penjual online biasanya meminta dijahitkan dengan motif yang disediakan. Karena pesanan yang tidak sebanyak pesanan pabrik, maka ia mematok ongkos jasa lebih banyak, yaitu Rp 15.000.
“Kalau ada yang pesan ya saya buatkan dan belikan kainnya, kalau kain biasa paling saya jual Rp 100.000 sampai Rp 150.000. Kalau kainnya bagus bisa Rp 200 ribu sampai Rp 350 ribu,” papar dia.
Yatina (37), penjahit bed cover mengungkapkan sejak awal ia memang bisa menjahit. Sebelumnya ia juga bekerja menjahit selimut dan sprei hingga akhirnya ikut Supaida untuk menjahit bed cover.
Menurut yatina pekerjaan tersebut cocok untuk dirinya yang harus menjaga anak-anak sambil bekerja.
“Kalau kerja ya enggak mesti, yang penting dalam seminggu target borongan selesai. Bisa Cuma 50 bisa sampai 100 biji dan minggu lembur biar selesai,” lanjut dia.
Karena sistem kerja borongan, upah yang diterima Yatina tidak pasti tiap minggunya. Saat orderan sepi ia bisa mendapat Rp 250 ribu dalam seminggu. Jika ramai bisa memperoleh Rp 350 ribu per minggunya.