Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gerakan Anti Radikalisme Berdoa di Kamar Nomor 77 Hotel Inna Bali Tempat Bung Karno Sering Menginap

Puluhan orang dari berbagai elemen organisasi yang tergabung dalam Gerakan Anti Radikalisme (GRAK), Kamis (18/5/2017), menggelar doa bersama.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Gerakan Anti Radikalisme Berdoa di Kamar Nomor 77 Hotel Inna Bali Tempat Bung Karno Sering Menginap
Tribun Bali/Rizal Fanany
Gerakan Anti Radikalisme (GRAK) menggelar doa bersama untuk menguatkan semangat nasionalisme di kamar nomor 77 Hotel Inna Bali, Jalan Veteran, Denpasar, Kamis (18/5/2017). TRIBUN BALI/RIZAL FANANY 

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Puluhan orang dari berbagai elemen organisasi yang tergabung dalam Gerakan Anti Radikalisme (GRAK), Kamis (18/5/2017), menggelar doa bersama untuk menguatkan semangat nasionalisme di tengah kondisi kesatuan-persatuan bangsa yang dinilai mulai mencemaskan akibat saling-hujat sesama anak bangsa belakangan ini.

Yang terasa khusus, doa bersama itu digelar di kamar nomor 77 Hotel Inna Bali, Jalan Veteran, Denpasar.

Kamar nomor 77 itu dipilih, karena dahulu kamar tersebut sering dipakai sebagai tempat menginap oleh Bung Karno, Proklamator RI.

Diharapkan, dengan doa bersama di kamar itu, spirit nasionalisme Bung Karno bisa terus menyala, sekaligus sebagai penegasan bahwa masih banyak anak bangsa yang ingin agar empat pilar kebangsaan Indonesia yakni Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI tetap bertahan kokoh.

"Bung Karno merupakan proklamator pendiri bangsa yang meletakkan Pancasila sebagai dasar negara. Itulah mengapa kamar nomor 77 ini dipilih sebagai tempat menggelar doa bersama," kata salah satu penggagas GRAK, Nyoman Mardika, usai acara doa bersama.

Menurut Mardika, bangsa Indonesia kini sedang menghadapi ujian, dan muncul gerakan-gerakan yang mencoba mengganti dasar negara Pancasila.

"Situasi ini rawan menimbulkan perpecahan di antara sesama anak bangsa. Karena itu, berbagai elemen pemuda dan mahasiswa berinisiatif menyatukan hati, mamanjatkan doa kepada Tuhan demi keselamatan dan persatuan bangsa," imbuh Mardika.

BERITA TERKAIT

Selain untuk keutuhan dan keselamatan bangsa, doa bersama juga digelar dalam rangka menyukseskan dialog kebangsaan yang akan digelar pada 20 Mei nanti.

Dialog kebangsaan ini akan menghadirkan sejumlah pembicara dan tokoh masyarakat/pemuda lintas agama.

Dialog kebangsaan akan dirangkai dengan pembacaan maklumat Gerakan Anti Radikalisme di Bundaran Catur Muka, Denpasar.

Di kamar nomor 77 yang berukuran kira-kira 5x10 meter tersebut, Bung Karno sering menginap antara dekade 1950-an hingga 1960-an.

Berdasarkan pantauan Tribun Bali, kamar nomor 77 memiliki lima ruangan, yang terdiri dari teras, ruang tamu, kamar tidur, kamar rias, dan kamar mandi.

Kamar tersebut memiliki desain kolonial dengan perabotan yang hampir semua terbuat dari kayu jati.

Menurut sejarawan Bali, Made Sudira yang lebih dikenal dengan nama Aridus, Bung Karno memang senang tinggal di kamar tersebut apabila sedang melakukan kunjungan kerja di Bali, khususnya sebelum dibangunnya Istana Tampak Siring di Gianyar.

Istana Tampak Siring, kata Aridus, mulai dibangun pada 1957 dan baru rampung pada tahun 1963.

"Istana Tampak Siring baru rampung dibangun pada tahun 1963," kata Aridus di sela-sela doa bersama kemarin.

Ternyata, tak hanya Bung Karno yang senang menginap di Hotel Inna Bali.

Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta alias Bung Hatta semasa menjabat juga sering menginap di sana.

Akan tetapi, kamar Bung Hatta terletak di sisi selatan, yakni kamar nomor 55.

Dalam pandangan Aridus, tempat menginap kedua Prokamator RI tersebut mengambil konsep Luang-Teben secara budaya Bali.

Baca: Pelajar SMA Tewas Mendekap Ibunya yang Sekarat

"Bung Karno menginap di kamar nomor 77 yang berada di sisi utara, sedangkan Bung Hatta di kamar nomor 55 di sisi selatan. Jadi semacam ada konsep Luang-Teben atau Utara-Selatan. Utara itu Luang, Teben itu hilir," jelasnya.

Aridus menjelaskan saat Bung Karno mengunjungi Bali dan menginap di kamar nomor 77, seringkali pihak hotel menyediakan berbagai pertunjukan kesenian tradisional Bali, seperti Tari Legong atau Janger.

Bahkan para penari tersebut digilir untuk mementaskan pertunjukannya, dan berasal dari perkumpulan (sekehe) kesenian yang ada di Denpasar.

"Kenapa diberi kamar, karena kedatangan Bung Karno sangat sering sekali ke Bali. Sehingga seringkali ada pertunjukan di hotel ini. Kalau tidak Legong ya Janger," jelasnya.

Selain Bung Karno dan Bung Hatta, beberapa tokoh tenar pernah pula menginap di kamar tersebut.

Sebut saja aktor komedi Hollywood terkenal, Charlie Chaplin, dan Muriel Stuart Walker yang terkenal dengan nama K’tut Tantri--seorang wanita Amerika kelahiran Isle of Man (Skotlandia) yang bersimpati kepada perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

K’tut Tantri kemudian membuat memoar mengenai kehidupan dirinya dalam membantu kemerdekaan Indonesia yang diberi judul Revolt in Paradise pada tahun 1960, yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul Revolusi di Nusa Damai di 1965.

Tak hanya itu, pada era pasca G30S/PKI di bulan November 1965, Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang merupakan cikal bakal Kopassus, Kolonel (Inf) Sarwo Edhie Wibowo saat menumpas PKI di Bali sempat tinggal di kamar tersebut.

Saat menjabat sebagai Komandan Kostrad, Soeharto atau Pak Harto (yang kemudian jadi Presiden kedua RI) juga diketahui pernah menginap di kamar nomor 77.

Bahkan menurut Aridus, Pak Harto setiap pagi selalu bersantai di teras kamar dengan menggunakan seragam loreng tempur.

"Sarwo Edhie pernah pada 1965, Pak Harto juga pas jadi Komandan Kostrad. Bahkan Pak Harto pakai seragam loreng sering santai di pagi hari sebelum berangkat. Masyarakat menontonnya dari seberang jalan," tambah Aridus.

Berdasarkan penelusuran Tribun Bali, Inna Bali Hotel yang sebelumnya bernama Bali Hotel dibangun oleh perusahaan pelayaran Belanda, Koninklijke Paaketvaart Maaschapij (KPM) sebagai bagian dari tempat peristirahatan para penumpang KPM yang berkunjung ke Bali di tahun 1928.

Bali Hotel juga merupakan venue Konferensi Denpasar dari tanggal 7 sampai 24 Desember 1946.

Konferensi diawali dengan pertemuan tidak resmi sejak 7 Desember dipimpin oleh Komisaris Pemerintah untuk Kalimantan dan Timur Besar (Regeeringscommissaris voor Borneo en de Groote Oost) Dr. W.Hoven.

Pembukaan resmi dilakukan oleh Letnan Gubernur Jenderal Van Mook pada tanggal 18 Desember dan ditutup pada 24 Desember 1946.

Menurut karyawan bagian sales Hotel Inna Bali, Komaredana, kamar nomor 77 itu tidak dijadikan objek wisata khusus oleh pihak hotel. Kamar tersebut disewakan kepada tamu umum.

"Nggak dijadikan objek wisata. Cuma, kadang-kadang ada tamu yang memang ingin menginap secara khusus di sana," katanya saat ditemui kemarin.

Kamar tersebut, jelas Komaredana, juga kerap dipakai sebagai ruang rias bagi para pengantin yang menggelar resepsi di hotel tersebut.

Tarif kamar nomor 77 itu adalah Rp 1.750.000 per malam. Kamar tersebut masuk kategori suite.

"Termasuk kamar suite, karena ada ruang keluarganya," ungkap Komaredana.

Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas