Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Beratnya Perjuangan Khoe Ting Ay Jadi Mualaf, Dimusuhi Keluarga, Bangkrut hingga Pisah dengan Istri

Menjadi mualaf bukan perkara mudah bagi Khoe Ting Ay (62), warga Desa Wlahar Kulon, Patikraja Banyumas.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Beratnya Perjuangan Khoe Ting Ay Jadi Mualaf, Dimusuhi Keluarga, Bangkrut hingga Pisah dengan Istri
Tribun Jateng/Khoirul Muzaki
Menjadi mualaf bukan perkara mudah bagi Khoe Ting Ay (62), warga Desa Wlahar Kulon, Patikraja Banyumas. TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKI 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki

TRIBUNNEWS.COM, BANYUMAS - Menjadi mualaf bukan perkara mudah bagi Khoe Ting Ay (62), warga Desa Wlahar Kulon, Patikraja Banyumas.

Pria bernama lengkap Yusuf Gunawan Santoso itu mendapat ujian berat di awal kepindahannya memeluk Islam.

Tantangan terberat dia adalah meyakinkan keluarga besarnya agar bisa menerimanya utuh sebagai seorang muslim.

Maklum, keluarganya adalah pemeluk Nasrani yang taat. Gunawan pun sebelumnya demikian. Ia awalnya adalah seorang penginjil (evangelis) sejati.

"Tidak mudah bagi seorang berpindah keyakinan. Pasti ada pertentangan di keluarga, itu biasa," katanya, Sabtu (10/6/2017).

Gunawan memutuskan memeluk Islam pada tahun 1989 setelah mengalami kejadian spiritual yang mengarahkannya berpindah keyakinan.

Berita Rekomendasi

Karena telah beda prinsip, ia terpaksa bercerai dengan sang istri secara baik-baik.

Selain kehilangan istri dan terasing di keluarganya, ujian Gunawan tambah berat karena usahanya yang sempat sukses di Jakarta bangkrut total.

Satu per satu harta bendanya lenyap hingga nyaris tak tersisa.

Dalam kondisi terpuruk, ia putuskan tinggal di desa dengan menempati bangunan tua bekas gudang di Desa Wlahar Kulon.

Ia mencoba berbaur dengan warga desa dengan menggelar kegiatan keagamaan bersama.

"Warga banyak yang kaget, ada orang China di desa yang Islam," katanya.

Perilaku religius Gunawan lambat laun menarik simpati warga.

Karena tak punya tempat tinggal layak, oleh seorang warga, ia dikasih tanah sepetak agar dibangun rumah.

Ternyata Gunawan punya pandangan lain. Kepada pemilik, ia memohon agar tanah itu lebih baik didirikan masjid untuk kemaslahatan umat, ketimbang rumah untuk kepentingan pribadinya.

"Di area sini saat itu belum ada masjid. Bersama warga, saya berjuang membangunnya sedikit demi sedikit," katanya.

Bangun Masjid Andre Al Hikmah
Umumnya nama masjid diambil dari bahasa Arab. Namun, sebuah masjid di Desa Wlahar Kulon, Patikraja Kabupaten Banyumas lain dari biasa.

Masjid itu dinamakan unik, Andre Al Hikmah yang merupakan gabungan dua kata dari bahasa berbeda.

Masjid Andre Al Hikmah_1
Masjid Andre Al Hikmah. TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKI

Penamaan masjid demikian bukan tanpa alasan. Nama itu rupanya punya sisi sejarah, juga pesan mendalam bagi umat.

Penggagas Masjid Andre Al Hikmah ,Yusuf Gunawan Santoso (62) mengatakan, nama tersebut adalah pemberian pengurus yayasan serta warga setempat yang berjuang membangun masjid itu.

"Andre adalah nama seorang pemuda dari Semarang yang pernah belajar agama di sini," kata pria bernama asli Khoe Ting Ay tersebut, Kamis (8/6/2017).

Diceritakan Gunawan, pada tahun 1997, Andre, seorang pemuda Tionghoa yang masih berumur 16 tahun datang dari daerah asalnya, Semarang ke Desa Wlahar Kulon untuk belajar agama Islam.

Gunawan yang lebih dulu menjadi mualaf serta warga sekitar menyambut positif kedatangan Andre yang saat itu tengah mencari pencerahan.

Andre memutuskan beberapa waktu tinggal di desa tersebut.

Ia melebur dengan warga untuk mengikuti kegiatan dzikir serta aktivitas keagamaan lain yang dipimpin Gunawan di Desa Wlahar Kulon.

Wawasannya mengenai Islam terus bertambah. Keyakinannya terhadap agama tersebut semakin kuat.

Andre akhirnya memantapkan diri untuk memeluk Islam dengan mengucapkan dua kalimat sahadat.

"Setelah belajar di sini, dia pulang ke Semarang untuk melanjutkan sekolah," katanya.

Baru sebulan Andre menjalankan syariat Islam, ia ditimpa petaka.

Andre menjemput ajal dalam sebuah peristiwa kecelakaan. Pemuda itu meninggal sebagai seorang muslim.

Warga Desa Wlahar Kulon turut kehilangan atas wafatnya pemuda yang baru menikmati memeluk Islam itu.

Beberapa waktu kemudian, Gunawan bersama warga sedang menginisiasi pembangunan masjid di Desa Wlahar.

Pembangunan dilaksanakan bertahap karena keterbatasan dana.

Gunawan terkejut tiba-tiba dihubungi seseorang dari Kota Semarang, Gautama.

Gautama ternyata ayah kandung Andre yang saat itu masih beragama Budha.

Gautama mengaku sebelumnya ditemui mendiang putranya, Andre melalui mimpi. Dalam mimpi itu, Andre berwasiat kepada ayahnya untuk membantu Gunawan.

"Setelah Pak Gautama tahu saya sedang berjuang untuk membangun masjid, dia kemudian membantu membiayai pembangunan masjid," katanya.

Gunawan menyebut, keluarga Gautama adalah penyumbang perorangan terbesar untuk pembangunan masjid itu di luar yayasan.

Keluarga Gautama pada akhirnya mengikuti jejak putra mereka untuk memeluk Islam dan berangkat haji ke Baitullah.

Setelah pembangunan masjid rampung pada tahun 2002, akhirnya tempat ibadah itu dinamakan Andre Al Hikmah atas kesepakatan segenap pengurus masjid dan masyarakat.

"Nama masjid itu untuk mengenang Andre sang pemuda mualaf yang pernah belajar agama Islam di sini dan menginspirasi umat," katanya.

Selain memiliki nama dan sejarah unik, Masjid Andre Al Hikmah memiliki bentuk bangunan khas.

Bangunan masjid bercat hijau itu memadukan arsitektur Jawa dan Tionghoa.

Atap masjid berbentuk limas piramida terdiri dari tiga susun. Arsitektur itu sekilas mirip masjid Agung peninggalan Walisongo di Demak.

Bedanya, ujung atap pelana masjid itu dibuat melengkung ke atas menyerupai atap bangunan Tionghoa atau Kelenteng.

Menurut Gunawan, sentuhan arsitektur Cina pada masjid itu membawa pesan kerukunan dan toleransi terhadap kebhinekaan ras atau suku dalam tubuh umat Islam.

Ciri bangunan itu juga untuk mempermudah proses syiar Islam, terutama terhadap umat Tionghoa yang masih memegang tradisi bangunan.

"Jika masjidnya dibuat seperti umumnya, mungkin orang-orang Tionghoa nonmuslim enggan masuk. Dengan dibuat seperti ini, mereka akan tertarik mendekat dan mencari tahu soal Islam," kata dia.

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas