Masjid Agung Jawa Tengah Bakal Jadi Pusat Pengembangan Islam Nusantara
Dewan Pengurus Pelaksana Masjid Agung Jawa Tengah meneguhkan masjid ini sebagai pusat kajian dan pengembangan Islam Nusantara.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Dewan Pengurus Pelaksana Masjid Agung Jawa Tengah meneguhkan masjid ini sebagai pusat kajian dan pengembangan Islam Nusantara.
Bahkan jaringannya ditarget tak hanya berskala nasional namun sampai internasional.
Demikian ditegaskan Ketua DPP MAJT KH Noor Ahmad MA Noor saat menghadiri acara halal bihalal keluarga besar MAJT pada Selasa (11/7/2017) malam.
Dalam acara ini hadir Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, dan imam besar Masjid New York Amerika Serikat, Dr Syamsi Ali.
"Kita akan jadikan MAJT sebagai pusat pengembangan Islam Nusantara. Kalau MAJT jadi ikon internasional maka akan jadi pusat kajian masyarakat dunia, sehingga diharapkan akan jadi rujukan, atau simbol sebagai Islam wasathiyah di Indonesia," kata Noor Ahmad.
MAJT akan dijadikan sebagai masjid berjaringan internasional. Sebelumnya MAJT sudah menjalin kerja sama dengan masjid raya di Tiongkok, saat ini dengan New York Amerika Serikat.
Dikatakan Noor, dalam waktu dekat MAJT akan menjalin kerja sama dengan masjid raya di Malaysia dan Australia hingga di Eropa.
"Semoga nanti jadi masjid bukan hanya nasional tapi juga internasional. Supaya Islam di seluruh dunia itu satu damai tidak ada radikalisme, sekuler, mengkafirkan yang lain. Sehingga hubungan antar masyarakat damai seperti yang dibawa Rasul Muhammad SAW," ia menambahkan.
Adapun bentuk kerjasama yang dijalin, lanjutnya, yaitu yang utama adalah bidang dakwah, pendidikan atau beasiswa, dan pengembangan masjid.
Selain itu, Noor Ahmad juga mengutarakan, bahwa MAJT juga bakal dijadikan sebagai simbol perdamaian.
Sehingga masjid ini bukan hanya dijadikan tempat bernaungnya umat Islam di Indonesia, namun juga umat lain.
"Sehingga apa yang kita kembangkan masjid untuk umat, dan semua umat akan berlindung pada masjid, saya kira itu yang dilakukan Nabi Muhammad," beber Noor.
Dalam tausiahnya, Imam Syamsi Ali mengajak jemaah mewujudkan ketakwaan kolektif tanpa mengenal latar belakang agama dalam lingkup interaksi sosial.
Secara kemanusiaan, kata dia, manusia membutuhkan interaksi sosial yang secara otomatis hidup di tengah masyarakat akan menemukan perbedaan.
"Perbedaan itu pasti ada, dan jadikan sebagai kekayaan dan potensi. Bagaimana kemudian mewujudkan dan memaksimalkan potensi melalui kerjasama dalam perbedaan. Jadikan masjid juga sebagai ruang berdialog dengan siapa saja," tuturnya.
Syamsi juga menceritakan, Islam yang dikenal di Barat awalnya Islam yang keras, penyebarannya melalui kekerasan dan perang.
Tetapi, kehadiran dirinya di Amerika, membuang stigma itu dengan Islam yang ramah dan penuh senyuman
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.