Media Sosial Dipantau Polisi Jelang Pengumuman Perppu Pembubaran Ormas
"Sejak beberapa hari terakhir mulai dari kapolres, kasat dan kapolsek sudah turun ke masyarakat agar tak terpancing dengan provokasi yang merugikan."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, PANGKAL PINANG - Aparat kepolisian di Kota Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, terus berupaya memastikan situasi keamanan berjalan kondusif menjelang hingga hari pengumuman Perppu pembubaran ormas yang dituding Pemerintah radikal, hari ini Rabu (12/7/2017).
Selain penyebaran pasukan patroli, berbagai sarana media sosial ikut dipantau.
"Kami tak ingin ada ujaran kebencian atau provokasi," kata Kasat Intelkam Polres Pangkal Pinang, AKP Adiputra, Selasa (11/7/2017).
Sejauh ini pihak kepolisian, kata Adi, belum melihat gejala konflik maupun teror di Kota Pangkal Pinang. Namun, kondisi ini diyakini bisa berubah setiap saat, sehingga diperlukan upaya pemantauan secara ketat.
"Sejak beberapa hari terakhir mulai dari kapolres, kasat dan kapolsek sudah turun ke masyarakat agar tidak terpancing dengan provokasi yang merugikan," ujarnya.
"Monitoring medsos dan kisaran suara di lapangan serta lidik pulbaket pergerakan aksi protes dari pihak ormas," paparnya.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) telah ditandatangi Presiden Joko Widodo dan akan diumumkan pada Rabu (12/7/2017).
Perppu itu mengatur pembubaran ormas yang dinilai radikal, anti-Pancasila dan membahayakan sistem pemerintahan NKRI. Ormas dimaksud salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia.
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI) Ismail Yusanto menilai, Perppu tersebut adalah bentuk kezaliman pemerintah.
"Perppu itu jelas kezaliman pemerintah, bentuk kesewenang-wenangan pemerintah. Pemerintah mau membubarkan HTI tapi tidak sesuai undang-undang," ujar Ismail saat dihubungi, Selasa (11/7/2017).
Menurut Ismail, upaya pembubaran sebuah ormas oleh pemerintah harus dilakukan berdasarkan Undang-Undang No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).
Pasal mengenai pembubaran ormas, lanjut Ismail, dibuat dalam beberapa tahap pendahuluan agar pemerintah tidak bisa sewenang-wenang.
Jika mengacu pada UU Ormas, mekanisme pembubaran seharus didahului dengan memberikan surat peringatan.
Hingga saat ini, kata Ismail, HTI tidak pernah menerima surat peringatan dari pemerintah.
Penulis: Heru Dahnu